[Sinopsis Because It's The First Time Episode 3 Part 1]
Kdramastory - Malamnya, semua orang berkumpul di rumah Tae Oh. Tae Oh, Ji Ahn, Hoon, dan Song Yi duduk di meja tamu, mereka semua memperhatikan Ga In yang saat itu sedang sibuk memasak di dapur. Dengan berbisik, Tae Oh bertanya pada Hoon, apa ia sudah bertanya pada Ga In. Hoon menjawabnya berbisik juga, itu cuma bercanda. Ji Ahn menimpali, juga sambil berbisik, ia yakin itu bukan bercanda dan menyuruh Tae Oh yang menanyakannya langsung.
"Lalu kemudian aku harus bagaimana?", sahut Tae Oh lagi, masih berbisik.
"Apa kau tidak mencurigainya?", tanya Song Yi.
"Tidak. Kalau aku tau aku tidak akan menyebutnya stalker", bantah Tae Oh. Mereka tidak sadar, Ga In sudah berada di dekat mereka, membawakan empat mangkuk sup. "Jika ada yang ingin kalian katakan, katakan saja. Jangan berbisik di belakangku", tegur Ga In.
Semua orang terkejut dan langsung mengatakan tidak ada. Hoon mengambil mangkuk sup dan membagi-bagikan ke Ji Ahn dan Song Yi. "Kalian benar. Stalker itu aku. Aku menyukai Tae Oh", ucap Ga In sambil melihat ke arah Tae Oh.
Semua orang kaget dan menjadi canggung, terutama Tae Oh. "Ga In... Itu pengakuan yang terlalu langsung dan sedikit menakutkan", ucap Hoon.
"Kenapa? Aku tidak boleh menyukainya?", tanya Ga In pada Hoon polos. Ji Ahn dan Song Yi semakin canggung. Tae Oh bertanya kenapa Ga In menyukai dirinya.
"Hanya, aku menyukaimu dari SD". Tae Oh jelas kaget karena Ga In sudah menyukainya begitu lama dan kembali bertanya kenapa. "Sudah sangat lama jadi aku lupa kenapa", sahut Ga In polos. Semuanya jadi terdiam mendengar jawaban aneh Ga In.
"Ga In, kau benar-benar membingungkan. Aku suka itu", puji Hoon dan kemudian tertawa. Yang lainnya juga ikut tertawa. Lalu Tae Oh meminta maaf pada Ga In karena ia sudah memiliki seseorang yang sangat ia sukai. Tae Oh berpaling pada Song Yi, menyuruhnya untuk tidak geer karena gadis itu bukan Song Yi.
"Siapa juga yang bilang aku?", sahut Song Yi, males. Ji Ahn memperhatikan Tae Oh dan Song Yi.
Tae Oh kembali pada Ga In. "Kau tau kan gadis yang mirip Miranda Kerr. Aku menyukainya".
"Jadi?", tanya Ga In polos.
Tae Oh kaget, tidak sanggup melanjutkannya. Hoon memberi isyarat agar Tae Oh berterus terang. "Karena kau bicara terus terang padaku, aku juga akan berterus terang padamu. Aku takut kau akan terluka...". Tae Oh ragu dan menatap teman-temannya. Ji Ahn dan Song Yi menggelengkan kepala mereka. "Apa kita bicara setelah mereka pergi?", tawar Tae Oh pada Ga In.
Ga In menggelengkan kepalanya, menyuruh Tae Oh mengatakan apa yang ingin Tae Oh katakan.
"Baiklah, kalau kau memaksa, aku akan mengatakannya...". Song Yi mencubit pinggang Tae Oh, membuat Tae Oh kesakitan. Hoon mengalihkan dengan mengatakan bahwa dagingnya sudah hangus. Ga In heran melihat sikap teman-temannya itu. Song Yi berkata mereka hanya berpikir tidak seharusnya mereka mendengar ini. Ga In berkata pada Tae Oh bahwa ia tidak mengharapkan apa pun dari Tae Oh, dia hanya menyukai Tae Oh dan akan terus seperti itu.
Teman-temannya semakin kaget. "Akan terus menyukai? Sampai kapan?", tanya Tae Oh.
"uhm... Sampai aku membencimu".
"Menurutmu, kapan kau akan membenciku".
"Aku tidak tau". Semua orang menghela nafas mereka. Lalu Ga In berpamitan. Ia harus pergi karena sudah hampir saatnya ayahnya pergi tidur. Hoon berpamitan pada teman-temannya juga dan menyusul Ga In. Song Yi terlihat sedih.
Ga In turun dari atas dan melihat Hoon akan tidur di sofa. Ia menyuruh Hoon tidur bersama ayahnya. "Bolehkah?", tanya Hoon ragu. Ga In mengatakan tidak apa-apa karena ayahnya emnyukai Hoon. Ga In menyuruh Hoon cepat mengikutinya ke atas. Hoon terdiam sesaat dan kemudian pindah.
Di kamar ayah Ga In, Hoon menyiapkan tempat tidurnya sendiri. Ga In datang membawakan minuman untuk ayahnya dan merapikan selimut ayahnya. Ga In berpesan pada Hoon agar tidak mendengkur dan memberikan minuman pada ayahnya jika ayahnya haus. Hoon menyanggupi dan meminta Ga In agar tidak khawatir.
"Apa kita akan membiarkan Ga In seperti itu?", tanya Song Yi.
"Lalu aku harus bagaimana?", tanya Tae Oh. Ji Ahn berpendapat itu bukan tanggung jawab Tae Oh, Ga In sendiri yang menyukai Tae Oh. Tapi bukan itu maksud Song Yi. Menurutnya mereka tidak boleh terus seperti ini, seseorang harus mengatakan tentang ayah Ga In pada Ga In, mereka harus membuat Ga In bisa menghadapi kenyataan. Tae Oh dan Ji Ahn terdiam. "Aku bakan tidak sanggup naik ke atas", gumam Song Yi, mulai menangis. Ia memarahi Tae Oh dan Ji Ahn yang terus bersikap seolah-olah ayah Ga In masih hidup (Ji Ahn pernah membawakan ayam goreng untuk ayah Ga In dan Tae Oh mengajak Hoon makan ayam goreng itu bersama ayah Ga In dan kemudian naik ke atas).
"Kenapa kalian melakukan itu? Kita temannya. Apa kalian akan terus membiarkannya seperti itu?". Tae Oh dan Ji Ahn tidak bisa menjawab.
Hoon tersenyum melihat ke arah tempat tidur ayah Ga In dan mengucapkan selamat malam pada ayah Ga In dan tidur, memunggungi tempat tidur ayah Ga In. Lalu kamera mulai bergerak, memperlihatkan tempat tidur ayah Ga In yang kosong. Ada foto ayah Ga In di atas bufet, di samping tempat tidur ayah Ga In. Hoon berbalik, melihat ke arah foto ayah Ga In, mulai menangis dan berkata, "Ayah... sepertinya Ga In lupa bahwa ayah sudah meninggal...".
=== 9 - Bukan Karena Aku, Tapi Karena Cowok Lain ===
Song Yi sedang membersihkan rumah Tae Oh, tidak sengaja ia melihat video rekaman Ga In di laptop Tae Oh. Wajah Song Yi menjadi sedih setelah memutar video Ga In. Sementara itu, Hoon sedang menunggui Ga In yang duduk sambil melihat ke suatu tempat di taman. Tae Oh yang sedang lari pagi melihat Hoon dan menepuk pundak Hoon, mengagetkan Hoon, bertanya ada yang dilakukan Hoon di sana.
"Aku sedang bersama Ga In", ucap Hoon sambil menoleh pada Ga In. Tae Oh berkomentar ayah Ga In pasti sedang berolah raga, terlihat beberapa orang wanita sedang berolah raga di sana. Hoon bertanya pada Tae Oh apa Tae Oh benar-benar berpikir Ga In bisa melihat ayahnya.
"Aku yakin ia bisa melihat dengan hatinya. Kalaupun tidak bisa, itu baik-baik saja", jawab Tae Oh. Hoon tersenyum, mengatakan Tae Oh benar, Ga In memang baik-baik saja. Lalu Hoon teringat pengakuan Ga In semalam pada Tae Oh semalam dan menyuruh Tae Oh untuk tidak memikirkan tentang itu karena Ga In tidak serius dengan apa yang dikatakannya itu dan ada orang lain yang disukai Ga In, yaitu dirinya.
Tae Oh kesal dan akan memukul Hoon. Hoon merasa ada beberapa alasan kenapa Ga In mengatakan ia menyukai Tae Oh. "Pertama, dia khawatir aku akan merasa terbebani dengan perasaannya itu. Kedua dia khawatir aku akan memikirkan perasaannya itu. Dia sangat manis... Ketiga, dia terlalu malu mengakui perasaannya padaku. Jadi hatimu jangan terlalu menjadi lembut karena pengakuannya itu. Dia selalu menyukaiku sejak SD. Itu yang aku pikirkan", ucap Hoon.
Tae Oh mengangguk-anggukkan kepalanya, memeluk pundak Hoon dan menepuk-nepuknya.
Tae Oh kembali ke rumahnya, melihat Song Yi sibuk menjemur pakaian. Song Yi bertanya dari mana Tae Oh. "Olahraga bersama ayah Ga In", sahut Tae Oh sambil lalu. Song Yi memarahi Tae Oh yang masih saja seperti itu. Tapi Tae Oh berpendapat lain, itu karena Song Yi tidak mempercayai Ga In. "Kau bilang kita berteman. Aku, Ji Ahn, dan Hoon, kami semua mengkhawatirkan Ga In sama sepertimu. Kami memiliki keyakinan Ga In pasti akan mempunyai kekuatan dan menerima kenyataan tapi kau tidak. Oleh sebab itulah kami bisa menunggu Ga In sedangkan kau tidak", ucap Tae Oh lagi.
Song Yi terdiam sesaat tapi kemudian ia menggelengkan kepalanya, tidak peduli. Yang pasti ia akan membawa Ga In ke makam ayahnya di hari peringatan kematian ayahnya dan mengatakan bahwa ayahnya sudah meninggal tepat satu tahun. Tae Oh tidak mengatakan apa-apa lagi dan akan masuk ke rumahnya. Namun ia kaget melihat Song Yi memakai mesin cucinya dan protes.
"Tidak lihat aku mencuci bajumu juga?", sahut Song Yi kesal.
Tae Oh kesal karena Song Yi bahkan menyentuh pakaian dalamnya. Song Yi tidak peduli dan melambai-lambaikan secarik kertas di depan wajah Tae Oh. "Aku tau kau perlu ini. Ini nomor telpon Miranda Kerr". Tae Oh terkejut dan merampas kertas itu. Song Yi mengelak dan membawa lari kertas itu, Tae Oh mengejarnya, "Kau tau aku mencari-cari nomor telponnya..."
Song Yi berhenti dan mengajak Tae Oh membuat kesepakatan. "Kunci, tagihan listik, tagihan air. Kau mau ini atau tidak?". Song Yi melambai-lambaikan lagi kertas itu di depan wajah Tae Oh.
Tae Oh menghela nafasnya, merasa kalah. "Baiklah. Berikan padaku". Tae Oh mendapatkan nomor telpon Se Hyun. Song Yi tersenyum senang.
Hari itu Tae Oh tidak masuk kuliah. Ji Ahn terus menerus melihat ke arah pintu kelas, menunggu Tae Oh datang, sementara dosen terus mengabsen. Ketika nama Tae Oh dipanggil, Ji Ahn yang menjawabnya.
Ji Ahn mengirim pesan di grup : Tae Oh, kau dimana?
Tae Oh : Kuliah Media.
Ji Ahn : Kenapa kau ada di kuliah orang lain?
Tae Oh sedang memandang Se Hyun sambil senyum-senyum sendiri, tidak membaca pesan Ji Ahn.
Song Yi yang menjawabnya : Tae Oh menemukan Miranda Kerr-nya. Dia membolos setelah aku berikan nomor telponnya.
Ga In terdiam membaca pesan Song Yi. Hoon yang sedang bersama Ga In, melirik Ga In. Ga In membalas singkat : Wow, daebak.
Seseorang membuka pintu salon Ga In. Hoon kaget karena yang datang adalah ibunya. Ibu mengajak Hoon bicara di luar.
Ibu memberikan tas pada Hoon, Hoon membukanya dan melihat isinya adalah skrip yang ia gantung di pagar beberapa malam yang lalu. "Apa ibu melihatnya?". Ibu meng-iyakan dan mengatakan ia bahkan mendiskusikannya dengan ayah Hoon.
"Lihat? Aku bekerja keras 'kan? Aku mungkin tidak bagus dalam belajar tapi aku bagus dalam hal ini...". Ibu mendengus dan memberikan sebuah kartu nama pada Hoon. "Ibu dan ayah belum begitu senang tapi coba temui orang itu besok. Dia menunggumu".
Hoon membaca kartu nama itu dan ternyata kartu nama itu milik seorang produser. Ibu mengatakan produser itu akan memberikan sebuah peran untuk Hoon dan menyuruh Hoon membaca skripnya di dalam tas. Hoon sangat senang karena akhirnya ia bisa mendapatkan peran. Hoon berterima kasih pada ibunya sambil menggenggam tangan Hoon. Tapi ibu cepat-cepat menarik tangannya, menanyakan kenapa Hoon harus menginap di rumah Ga In bukannya di rumah Tae Oh atau Ji Ahn.
"Tidak ada diskriminasi dalam berteman, Ibu...", sahut Hoon, masih senang dengan kabar yang dibawa ibunya tadi.
"Bukan itu maksudku...", marah ibu. "Aku dengar dia tidak tau ayahnya sudah meninggal. Semua orang di lingkungan ini bilang dia gila", marah ibu. Hoon balik marah dan berteriak, mengatakan dia lah yang gila berlarian di sekeliling lingkungan hanya dengan celana dalam. Ibu balas berteriak, mengatai Hoon yang mau berteman dengan orang seperti itu.
"Benar-benar! Dia temanku! Bagaimana bisa aku tidak bermain dengannya? Lingkungan ini benar-benar aneh. Siapa yang bilang dia gila? Siapa? Ibu yang harus berhati-hati dengan siapa ibu berteman. Apa masalah mereka?", teriak Hoon lagi.
Tiba-tiba Ga In keluar dari rumah. Hoon menanyakan kemana Ga In akan pergi. Ga In berkata ia akan membeli buah semangka untuk ayahnya. "Ayo pergi bersama-sama", ajak Hoon. Tanpa mempedulikan ibunya, Hoon pergi bersama Ga In. Ibu hanya bisa memandang kesal pada Hoon.
Tae Oh sudah menunggu Se Hyun di luar gedung. Begitu Se Hyun keluar dari gedung, Tae Oh langsung menghadangnya. "Ryu Se Hyun. Jurusan Jurnalisme, kelas 12. Kau pernah pergi selama setahun ke luar negeri dan sekarang kau sudah menjadi senior. Kau senang sudah mengelabuiku?", tanya Tae Oh.
"Yeah..".
"Itu artinya kau tertarik padaku?", tanya Tae Oh pede.
"Terserah apa katamu...". Tae Oh merasa Se Hyun sangat sombong untuk orang yang sudah berbohong. Tapi Se Hyun merasa tidak, Tae Oh sendiri yang selalu datang dan terus menghilang. Dan karena sekarang Tae Oh sudah tau umurnya, seharusnya Tae Oh bicara lebih sopan padanya. "Aku senior dan seorang noona...".
Tapi Tae Oh berkata ia tidak punya noona seperti Se Hyun dan ia juga tidak berbicara formal pada gadis yang ia suka. "Jadi, sampai bertemu nanti malam, Ryu Se Hyun".
Tae Oh datang ke klub film Se Hyun. Teman-teman Se Hyun menyuruh Tae Oh duduk, tapi Se Hyun tidak mengizinkan karena interview baru akan dilakukan dua hari lagi. Teman-temannya itu tidak peduli dan tetap menyuruh Tae Oh duduk. Tae Oh bertanya apa ia akan diinterview sekarang. Salah satu teman Se Hyun, sebut saja cowok 1 berkata tidak, mereka tidak melakukan hal yang melelahkan seperti itu.
Dan Tae Oh pun duduk di depan mereka. Se Hyun langsung berkata klub filmnya tidak menerima anggota yang hanya melakukannya sebagai hobi, Tae Oh akan menghabiskan banyak banyak waktu di sana. Cowok 1 bertanya apa Tae Oh ingin menjadi aktor dan apa alasannya ingin bergabung di klub film. Tae Oh menjawab bahwa itu seperti takdir yang datang begitu saja.
Cowok 1 menggebrak meja, menyukai jawaban Tae Oh dan berkata, "Kau diterima". Se Hyun langsung protes. Cowok 2 setuju dengan Se Hyun. Menurutnya bergabung dengan klub film tidak hanya sekedar hobi tapi memerlukan banyak waktu dan bukan hanya dikerjakan seorang diri, Tae Oh akan melakukan banyak proyek dalam kelompok. Lalu ia meminta hasil rekaman yang pernah diambil Tae Oh.
"Aku masih pemula. Aku menggunakan ini untuk merekam gambar dan mengedit", ucap Tae Oh sambil mengeluarkan kamera super kerennya dari dalam ranselnya. Melihat kamera yang dimiliki Tae Oh, tanpa melihat hasil rekaman Tae Oh, cowok 2 itu langsung setuju menerima Tae Oh. Se Hyun langsung perotes lagi. Tapi cowok 2 itu tidak peduli, bukankah Se Hyun tau mereka kekurangan perlengkapan? Tae Oh sok bergaya dengan kamera super kerennya itu.
Lalu cowok 3 juga suka dengan kalimat yang ditulis Tae Oh di lamarannya. 'Hari ini adalah hari yang baru. Aku semakin bersungguh-sungguh dalam hal yang aku sukai. Aku berharap aku memiliki impian.' Cowok 1 setuju, ia merasa kalimat itu seperti menggambarkan sebuah penantian yang panjang. Dan mereka semua kompak, setuju menerima Tae Oh, tidak mempedulikan Se Hyun yang keberatan.
Malam itu, Tae Oh pulang bersama Se Hyun yang sibuk memotret sana sini. "Sampai kapan kau akan mengikutiku?", tanya Se Hyun ketus.
"Sampai tiba di rumahmu. Kau bilang kita tinggal di lingkungan yang sama. Akan menyenangkan jika kita bisa pergi ke kampus bersama-sama besok pagi. Jadi tunjukkan padaku dimana rumahmu".
Se Hyun menebak Tae Oh bergabung di klub film pasti punya motif yang lain. Tae Oh tidak mengelak. Se Hyun merasa Tae Oh pasti seorang playboy karena licik dan tidak bicara formal padanya. Namun Tae Oh berkata sejujurnya saat ini dia sedang berusaha untuk tidak merasa canggung di depan Se Hyun. Ia tidak akan pernah memanggil Se Hyun dengan noona karena di saat ia memanggil Se Hyun noona maka sejak itulah masa depannya bisa bersama Se Hyun hilang.
Se Hyun bertanya apa Tae Oh pernah berkencan, berapa banyak gadis yang sudah dikencani Tae Oh. Tae Oh tidak bisa menjawab dengan jelas. Se Hyun menebak Tae Oh pasti belum pernah punya pacar. "Apa yang kau bicarakan? Kita berkencan sekarang...", sahut Tae Oh. Se Hyun mendengus dan tersenyum. Tae Oh ikut tersenyum.
Mereka kembali melanjutkan berjalan, Se Hyun memotret bagian-bagian yang menarik. Sementara Tae Oh, mencuri kesempatan, ingin memeluk pundak Se Hyun. Se Hyun tau dan berkata, "Jangan pernah berpikir meletakkan tanganmu di bahuku...". Tae Oh menarik kembali tangannya, "Aku tidak punya niat melakukan itu", bohong Tae Oh. Se Hyun tertawa kecil dan mengatakan Tae Oh itu imut. Tae Oh jelas protes, tidak mau disebut imut, tapi keren dan mulai sekarang ia akan bersikap lebih keren lagi.
Tae Oh kembali akan melingkarkan tangannya ke pundak Se Hyun, namun tiba-tiba Song Yi menelponnya. Se Hyun menyuruh Tae Oh menerima telpon itu dan Tae Oh berjalan menjauhi Se Hyun.
Di telpon, Song Yi memberitahukan Tae Oh bahwa malam ini ia akan mengakui perasaannya pada cowok yang ia sukai. Song Yi melihat sekilas ke arah Ji Ahn yang berada di dalam mini market. Tae Oh kaget dan terdiam. "Yoon Tae Oh, kau mendengarkan?", tanya Song Yi.
"Kau bilang kau akan menyukainya dari jauh", ucap Tae Oh, nadanya agak sedih.
"Kenapa? Apa seharusnya tidak bilang ya?".
"Kenapa tiba-tiba kau ingin mengakui perasaanmu?". Tidak sengaja Se Hyun mendengar pertanyaan Tae Oh itu dan melihat ke arah Tae Oh. Song Yi berkata ia tidak tau dan menyuruh Tae Oh mengatakan padanya apa ia harus mengakui perasaaannya atu tidak. Tae Oh melihat ke belakang, ke arah Se Hyun dan Se Hyun cepat-cepat mengalihkan pandangannya.
"Kenapa tanya padaku?", kali ini nada Tae Oh berubah agak kesal.
"Coba pikir! Bagaimana kalau keadaan menjadi canggung setelah aku menyatakan perasaanku? Aku butuh keberanian. Beri aku keberanian. Aku tidak jelek, kan? Tidak apa-apa seorang gadis mengakui perasaannya, kan?", desak Song Yi.
"Tidak tau. Lakukan saja apa yang kau mau", Tae Oh memutuskan telpon. Song Yi kembali melihat ke dalam mini market, ternyata Ji Ahn sudah tidak ada lagi di sana.
Tiba-tiba Ji Ahn sudah ada di depannya, bertanya kapan Song Yi datang. "Baru saja", jawab Song Yi. Song Yi terdiam sesaat dan mempersiapkan keberanian untuk mengakui perasaannya pada Ji Ahn.
Tae Oh masih mengikuti Se Hyun. Tapi kali ini, ia berjalan dengan lesu. Tae Oh berhenti dan bersandar di tembok, teringat Song Yi pernah bilang bahwa cowok yang ia suka itu seperti sebuah oasis untuknya dan seseorang yang ingin ia ajak berlibur bersama, hanya memandangnya saja sudah membuatnya bahagia.
Se Hyun melihat Tae Oh yang sedang bersandar di tembok sambil melamun dan memotretnya, membuat Tae Oh tersadar dari lamunannya. "Dia gadis yang di cafe, bukan? Gadis yang menelpon dari kantor polisi", ucap Se Hyun. Tae Oh menundukkan kepalanya. "Kalau kau harus pergi, pergilah".
"Tidak apa-apa", sahut Tae Oh.
"Kau menyukainya, kan?". Tae Oh bengong. "Kau menyukainya", tegas Se Hyun lagi. Tae Oh membantah, ia memiliki empat teman di lingkungannya dan Song Yi adalah salah satunya. "Kalau begitu, dia pasti cinta pertamamu", tebak Se Hyun.
"Aku bilang bukan...", bantah Tae Oh lagi. Lalu ponsel Tae Oh kembali berbunyi, dari Song Yi. Se Hyun menyuruh Tae Oh menerimanya, karena Tae Oh terlihat tidak begitu baik setelah berbicara dengan Song Yi tadi. "Sudah aku bilang bukan seperti itu...", bantah Tae Oh lagi.
Tae Oh berbalik dan menjawab telpon Song Yi. "Apa kagi sekarang?", tanya Tae Oh kesal. Tae Oh mendengar Song Yi menangis. "Kau menangis? Kenapa kau menangis?".
"Dimana kau sekarang? Aku membutuhkanmu. Aku ada di rumah lamaku. Cepat...".
"Baiklah. Aku akan datang dalam lima menit. Jadi berhenti menangis! Tunggu aku. Aku akan ke sana sekarang". Tae Oh menutup telponnya dan ragu-ragu, tidak tau apa yang harus dikatakan pada Se Hyun. Tapi Se Hyun menyuruh Tae Oh pergi, ia akan baik-baik saja. Sebelum pergi, Tae Oh meminta Se Hyun menunjukkan rumah Se Hyun padanya lain waktu.
Tae Oh berbalik dan berlari, menuju ke tempat Song Yi. Se Hyun memotret Tae Oh yang sedang berlari dan bergumam, "Itu benar. Kau memang menyukainya".
Tae Oh melihat Song Yi menangis sambil duduk di depan pagar rumahnya yang lama. Begitu melihat Tae Oh datang, tangis Song Yi semakin keras. "Apa yang terjadi? Aku pikir kau akan mengakui perasaanmu padanya. Apa dia menolakmu?", tanya Tae Oh, agak marah. Song Yi menganggukkan kepalanya. Tae Oh menghela nafasnya dan duduk di samping Song Yi.
Tae Oh mencari-cari sapu tangan tapi tidak ada. Tae Oh membuka bajunya dan memberikannya pada Song Yi. Song Yi menerima baju itu dan mengelap air mata dan ingusnya dengan baju Tae Oh. :-D
"Siapa dia? Siapa orang yang kau tangisi?".
"Apa yang akan kau lakukan kalau tau?".
"Aku akan membunuh bajingan itu. Jadi siapa orang yang menolakmu? Dia pikir siapa dia sampai-sampai menolakmu? ", sahut Tae Oh marah.
"Jangan bercanda!", sahut Song Yi marah.
"Jangan membela dia! Kau...". Ucapan Tae Oh terputus karena Se Hyun tiba-tiba ada di sana dan memandang aneh padanya. Tae Oh baru sadar ia tidak pakai baju dan refleks menutup dadanya. "Dia tidak menangis karena aku", ucap Tae Oh terbata-bata.
"Aku benar-benar tidak menangis karena dia", Song Yi ikut menjelaskan dengan terbata-bata. Song Yi bahkan menyilangkan tangannya, meyakinkan Se Hyun bahwa ini bukan seperti yang dipikirkan Se Hyun. Se Hyun tersenyum tipis melihat kedekatan Song Yi dan Tae Oh. Tae Oh bertanya kenapa Se Hyun ada di sana. Se Hyun mengatakan itu adalah rumahnya, sambil menunjuk ke arah rumah Song Yi yang lama. Tae Oh dan Song Yi kaget dan cepat-cepat pindah dari depan pagar, memberi jalan agar Se Hyun bisa masuk.
Dan setelah berpamitan, Se Hyun pun masuk ke dalam rumah meninggalkan Tae Oh dan Song Yi yang saling berpandangan, kebingungan.
Bersambung...
[Sinopsis Because It' s The First Time Episode 4]
Sinopsis Because It's The First Time Episode 3 Part 2
![]() |
Credit : OnStyle |
"Lalu kemudian aku harus bagaimana?", sahut Tae Oh lagi, masih berbisik.
"Apa kau tidak mencurigainya?", tanya Song Yi.
"Tidak. Kalau aku tau aku tidak akan menyebutnya stalker", bantah Tae Oh. Mereka tidak sadar, Ga In sudah berada di dekat mereka, membawakan empat mangkuk sup. "Jika ada yang ingin kalian katakan, katakan saja. Jangan berbisik di belakangku", tegur Ga In.
Semua orang terkejut dan langsung mengatakan tidak ada. Hoon mengambil mangkuk sup dan membagi-bagikan ke Ji Ahn dan Song Yi. "Kalian benar. Stalker itu aku. Aku menyukai Tae Oh", ucap Ga In sambil melihat ke arah Tae Oh.
Semua orang kaget dan menjadi canggung, terutama Tae Oh. "Ga In... Itu pengakuan yang terlalu langsung dan sedikit menakutkan", ucap Hoon.
"Kenapa? Aku tidak boleh menyukainya?", tanya Ga In pada Hoon polos. Ji Ahn dan Song Yi semakin canggung. Tae Oh bertanya kenapa Ga In menyukai dirinya.
"Hanya, aku menyukaimu dari SD". Tae Oh jelas kaget karena Ga In sudah menyukainya begitu lama dan kembali bertanya kenapa. "Sudah sangat lama jadi aku lupa kenapa", sahut Ga In polos. Semuanya jadi terdiam mendengar jawaban aneh Ga In.
"Ga In, kau benar-benar membingungkan. Aku suka itu", puji Hoon dan kemudian tertawa. Yang lainnya juga ikut tertawa. Lalu Tae Oh meminta maaf pada Ga In karena ia sudah memiliki seseorang yang sangat ia sukai. Tae Oh berpaling pada Song Yi, menyuruhnya untuk tidak geer karena gadis itu bukan Song Yi.
"Siapa juga yang bilang aku?", sahut Song Yi, males. Ji Ahn memperhatikan Tae Oh dan Song Yi.
Tae Oh kembali pada Ga In. "Kau tau kan gadis yang mirip Miranda Kerr. Aku menyukainya".
"Jadi?", tanya Ga In polos.
Tae Oh kaget, tidak sanggup melanjutkannya. Hoon memberi isyarat agar Tae Oh berterus terang. "Karena kau bicara terus terang padaku, aku juga akan berterus terang padamu. Aku takut kau akan terluka...". Tae Oh ragu dan menatap teman-temannya. Ji Ahn dan Song Yi menggelengkan kepala mereka. "Apa kita bicara setelah mereka pergi?", tawar Tae Oh pada Ga In.
Ga In menggelengkan kepalanya, menyuruh Tae Oh mengatakan apa yang ingin Tae Oh katakan.
"Baiklah, kalau kau memaksa, aku akan mengatakannya...". Song Yi mencubit pinggang Tae Oh, membuat Tae Oh kesakitan. Hoon mengalihkan dengan mengatakan bahwa dagingnya sudah hangus. Ga In heran melihat sikap teman-temannya itu. Song Yi berkata mereka hanya berpikir tidak seharusnya mereka mendengar ini. Ga In berkata pada Tae Oh bahwa ia tidak mengharapkan apa pun dari Tae Oh, dia hanya menyukai Tae Oh dan akan terus seperti itu.
Teman-temannya semakin kaget. "Akan terus menyukai? Sampai kapan?", tanya Tae Oh.
"uhm... Sampai aku membencimu".
"Menurutmu, kapan kau akan membenciku".
"Aku tidak tau". Semua orang menghela nafas mereka. Lalu Ga In berpamitan. Ia harus pergi karena sudah hampir saatnya ayahnya pergi tidur. Hoon berpamitan pada teman-temannya juga dan menyusul Ga In. Song Yi terlihat sedih.
Ga In turun dari atas dan melihat Hoon akan tidur di sofa. Ia menyuruh Hoon tidur bersama ayahnya. "Bolehkah?", tanya Hoon ragu. Ga In mengatakan tidak apa-apa karena ayahnya emnyukai Hoon. Ga In menyuruh Hoon cepat mengikutinya ke atas. Hoon terdiam sesaat dan kemudian pindah.
Di kamar ayah Ga In, Hoon menyiapkan tempat tidurnya sendiri. Ga In datang membawakan minuman untuk ayahnya dan merapikan selimut ayahnya. Ga In berpesan pada Hoon agar tidak mendengkur dan memberikan minuman pada ayahnya jika ayahnya haus. Hoon menyanggupi dan meminta Ga In agar tidak khawatir.
"Apa kita akan membiarkan Ga In seperti itu?", tanya Song Yi.
"Lalu aku harus bagaimana?", tanya Tae Oh. Ji Ahn berpendapat itu bukan tanggung jawab Tae Oh, Ga In sendiri yang menyukai Tae Oh. Tapi bukan itu maksud Song Yi. Menurutnya mereka tidak boleh terus seperti ini, seseorang harus mengatakan tentang ayah Ga In pada Ga In, mereka harus membuat Ga In bisa menghadapi kenyataan. Tae Oh dan Ji Ahn terdiam. "Aku bakan tidak sanggup naik ke atas", gumam Song Yi, mulai menangis. Ia memarahi Tae Oh dan Ji Ahn yang terus bersikap seolah-olah ayah Ga In masih hidup (Ji Ahn pernah membawakan ayam goreng untuk ayah Ga In dan Tae Oh mengajak Hoon makan ayam goreng itu bersama ayah Ga In dan kemudian naik ke atas).
"Kenapa kalian melakukan itu? Kita temannya. Apa kalian akan terus membiarkannya seperti itu?". Tae Oh dan Ji Ahn tidak bisa menjawab.
Hoon tersenyum melihat ke arah tempat tidur ayah Ga In dan mengucapkan selamat malam pada ayah Ga In dan tidur, memunggungi tempat tidur ayah Ga In. Lalu kamera mulai bergerak, memperlihatkan tempat tidur ayah Ga In yang kosong. Ada foto ayah Ga In di atas bufet, di samping tempat tidur ayah Ga In. Hoon berbalik, melihat ke arah foto ayah Ga In, mulai menangis dan berkata, "Ayah... sepertinya Ga In lupa bahwa ayah sudah meninggal...".
=== 9 - Bukan Karena Aku, Tapi Karena Cowok Lain ===
Song Yi sedang membersihkan rumah Tae Oh, tidak sengaja ia melihat video rekaman Ga In di laptop Tae Oh. Wajah Song Yi menjadi sedih setelah memutar video Ga In. Sementara itu, Hoon sedang menunggui Ga In yang duduk sambil melihat ke suatu tempat di taman. Tae Oh yang sedang lari pagi melihat Hoon dan menepuk pundak Hoon, mengagetkan Hoon, bertanya ada yang dilakukan Hoon di sana.
"Aku sedang bersama Ga In", ucap Hoon sambil menoleh pada Ga In. Tae Oh berkomentar ayah Ga In pasti sedang berolah raga, terlihat beberapa orang wanita sedang berolah raga di sana. Hoon bertanya pada Tae Oh apa Tae Oh benar-benar berpikir Ga In bisa melihat ayahnya.
"Aku yakin ia bisa melihat dengan hatinya. Kalaupun tidak bisa, itu baik-baik saja", jawab Tae Oh. Hoon tersenyum, mengatakan Tae Oh benar, Ga In memang baik-baik saja. Lalu Hoon teringat pengakuan Ga In semalam pada Tae Oh semalam dan menyuruh Tae Oh untuk tidak memikirkan tentang itu karena Ga In tidak serius dengan apa yang dikatakannya itu dan ada orang lain yang disukai Ga In, yaitu dirinya.
Tae Oh kesal dan akan memukul Hoon. Hoon merasa ada beberapa alasan kenapa Ga In mengatakan ia menyukai Tae Oh. "Pertama, dia khawatir aku akan merasa terbebani dengan perasaannya itu. Kedua dia khawatir aku akan memikirkan perasaannya itu. Dia sangat manis... Ketiga, dia terlalu malu mengakui perasaannya padaku. Jadi hatimu jangan terlalu menjadi lembut karena pengakuannya itu. Dia selalu menyukaiku sejak SD. Itu yang aku pikirkan", ucap Hoon.
Tae Oh mengangguk-anggukkan kepalanya, memeluk pundak Hoon dan menepuk-nepuknya.
Tae Oh kembali ke rumahnya, melihat Song Yi sibuk menjemur pakaian. Song Yi bertanya dari mana Tae Oh. "Olahraga bersama ayah Ga In", sahut Tae Oh sambil lalu. Song Yi memarahi Tae Oh yang masih saja seperti itu. Tapi Tae Oh berpendapat lain, itu karena Song Yi tidak mempercayai Ga In. "Kau bilang kita berteman. Aku, Ji Ahn, dan Hoon, kami semua mengkhawatirkan Ga In sama sepertimu. Kami memiliki keyakinan Ga In pasti akan mempunyai kekuatan dan menerima kenyataan tapi kau tidak. Oleh sebab itulah kami bisa menunggu Ga In sedangkan kau tidak", ucap Tae Oh lagi.
Song Yi terdiam sesaat tapi kemudian ia menggelengkan kepalanya, tidak peduli. Yang pasti ia akan membawa Ga In ke makam ayahnya di hari peringatan kematian ayahnya dan mengatakan bahwa ayahnya sudah meninggal tepat satu tahun. Tae Oh tidak mengatakan apa-apa lagi dan akan masuk ke rumahnya. Namun ia kaget melihat Song Yi memakai mesin cucinya dan protes.
"Tidak lihat aku mencuci bajumu juga?", sahut Song Yi kesal.
Tae Oh kesal karena Song Yi bahkan menyentuh pakaian dalamnya. Song Yi tidak peduli dan melambai-lambaikan secarik kertas di depan wajah Tae Oh. "Aku tau kau perlu ini. Ini nomor telpon Miranda Kerr". Tae Oh terkejut dan merampas kertas itu. Song Yi mengelak dan membawa lari kertas itu, Tae Oh mengejarnya, "Kau tau aku mencari-cari nomor telponnya..."
Song Yi berhenti dan mengajak Tae Oh membuat kesepakatan. "Kunci, tagihan listik, tagihan air. Kau mau ini atau tidak?". Song Yi melambai-lambaikan lagi kertas itu di depan wajah Tae Oh.
Tae Oh menghela nafasnya, merasa kalah. "Baiklah. Berikan padaku". Tae Oh mendapatkan nomor telpon Se Hyun. Song Yi tersenyum senang.
Hari itu Tae Oh tidak masuk kuliah. Ji Ahn terus menerus melihat ke arah pintu kelas, menunggu Tae Oh datang, sementara dosen terus mengabsen. Ketika nama Tae Oh dipanggil, Ji Ahn yang menjawabnya.
Ji Ahn mengirim pesan di grup : Tae Oh, kau dimana?
Tae Oh : Kuliah Media.
Ji Ahn : Kenapa kau ada di kuliah orang lain?
Tae Oh sedang memandang Se Hyun sambil senyum-senyum sendiri, tidak membaca pesan Ji Ahn.
Song Yi yang menjawabnya : Tae Oh menemukan Miranda Kerr-nya. Dia membolos setelah aku berikan nomor telponnya.
Ga In terdiam membaca pesan Song Yi. Hoon yang sedang bersama Ga In, melirik Ga In. Ga In membalas singkat : Wow, daebak.
Seseorang membuka pintu salon Ga In. Hoon kaget karena yang datang adalah ibunya. Ibu mengajak Hoon bicara di luar.
Ibu memberikan tas pada Hoon, Hoon membukanya dan melihat isinya adalah skrip yang ia gantung di pagar beberapa malam yang lalu. "Apa ibu melihatnya?". Ibu meng-iyakan dan mengatakan ia bahkan mendiskusikannya dengan ayah Hoon.
"Lihat? Aku bekerja keras 'kan? Aku mungkin tidak bagus dalam belajar tapi aku bagus dalam hal ini...". Ibu mendengus dan memberikan sebuah kartu nama pada Hoon. "Ibu dan ayah belum begitu senang tapi coba temui orang itu besok. Dia menunggumu".
Hoon membaca kartu nama itu dan ternyata kartu nama itu milik seorang produser. Ibu mengatakan produser itu akan memberikan sebuah peran untuk Hoon dan menyuruh Hoon membaca skripnya di dalam tas. Hoon sangat senang karena akhirnya ia bisa mendapatkan peran. Hoon berterima kasih pada ibunya sambil menggenggam tangan Hoon. Tapi ibu cepat-cepat menarik tangannya, menanyakan kenapa Hoon harus menginap di rumah Ga In bukannya di rumah Tae Oh atau Ji Ahn.
"Tidak ada diskriminasi dalam berteman, Ibu...", sahut Hoon, masih senang dengan kabar yang dibawa ibunya tadi.
"Bukan itu maksudku...", marah ibu. "Aku dengar dia tidak tau ayahnya sudah meninggal. Semua orang di lingkungan ini bilang dia gila", marah ibu. Hoon balik marah dan berteriak, mengatakan dia lah yang gila berlarian di sekeliling lingkungan hanya dengan celana dalam. Ibu balas berteriak, mengatai Hoon yang mau berteman dengan orang seperti itu.
"Benar-benar! Dia temanku! Bagaimana bisa aku tidak bermain dengannya? Lingkungan ini benar-benar aneh. Siapa yang bilang dia gila? Siapa? Ibu yang harus berhati-hati dengan siapa ibu berteman. Apa masalah mereka?", teriak Hoon lagi.
Tiba-tiba Ga In keluar dari rumah. Hoon menanyakan kemana Ga In akan pergi. Ga In berkata ia akan membeli buah semangka untuk ayahnya. "Ayo pergi bersama-sama", ajak Hoon. Tanpa mempedulikan ibunya, Hoon pergi bersama Ga In. Ibu hanya bisa memandang kesal pada Hoon.
Tae Oh sudah menunggu Se Hyun di luar gedung. Begitu Se Hyun keluar dari gedung, Tae Oh langsung menghadangnya. "Ryu Se Hyun. Jurusan Jurnalisme, kelas 12. Kau pernah pergi selama setahun ke luar negeri dan sekarang kau sudah menjadi senior. Kau senang sudah mengelabuiku?", tanya Tae Oh.
"Yeah..".
"Itu artinya kau tertarik padaku?", tanya Tae Oh pede.
"Terserah apa katamu...". Tae Oh merasa Se Hyun sangat sombong untuk orang yang sudah berbohong. Tapi Se Hyun merasa tidak, Tae Oh sendiri yang selalu datang dan terus menghilang. Dan karena sekarang Tae Oh sudah tau umurnya, seharusnya Tae Oh bicara lebih sopan padanya. "Aku senior dan seorang noona...".
Tapi Tae Oh berkata ia tidak punya noona seperti Se Hyun dan ia juga tidak berbicara formal pada gadis yang ia suka. "Jadi, sampai bertemu nanti malam, Ryu Se Hyun".
Tae Oh datang ke klub film Se Hyun. Teman-teman Se Hyun menyuruh Tae Oh duduk, tapi Se Hyun tidak mengizinkan karena interview baru akan dilakukan dua hari lagi. Teman-temannya itu tidak peduli dan tetap menyuruh Tae Oh duduk. Tae Oh bertanya apa ia akan diinterview sekarang. Salah satu teman Se Hyun, sebut saja cowok 1 berkata tidak, mereka tidak melakukan hal yang melelahkan seperti itu.
Dan Tae Oh pun duduk di depan mereka. Se Hyun langsung berkata klub filmnya tidak menerima anggota yang hanya melakukannya sebagai hobi, Tae Oh akan menghabiskan banyak banyak waktu di sana. Cowok 1 bertanya apa Tae Oh ingin menjadi aktor dan apa alasannya ingin bergabung di klub film. Tae Oh menjawab bahwa itu seperti takdir yang datang begitu saja.
Cowok 1 menggebrak meja, menyukai jawaban Tae Oh dan berkata, "Kau diterima". Se Hyun langsung protes. Cowok 2 setuju dengan Se Hyun. Menurutnya bergabung dengan klub film tidak hanya sekedar hobi tapi memerlukan banyak waktu dan bukan hanya dikerjakan seorang diri, Tae Oh akan melakukan banyak proyek dalam kelompok. Lalu ia meminta hasil rekaman yang pernah diambil Tae Oh.
"Aku masih pemula. Aku menggunakan ini untuk merekam gambar dan mengedit", ucap Tae Oh sambil mengeluarkan kamera super kerennya dari dalam ranselnya. Melihat kamera yang dimiliki Tae Oh, tanpa melihat hasil rekaman Tae Oh, cowok 2 itu langsung setuju menerima Tae Oh. Se Hyun langsung perotes lagi. Tapi cowok 2 itu tidak peduli, bukankah Se Hyun tau mereka kekurangan perlengkapan? Tae Oh sok bergaya dengan kamera super kerennya itu.
Lalu cowok 3 juga suka dengan kalimat yang ditulis Tae Oh di lamarannya. 'Hari ini adalah hari yang baru. Aku semakin bersungguh-sungguh dalam hal yang aku sukai. Aku berharap aku memiliki impian.' Cowok 1 setuju, ia merasa kalimat itu seperti menggambarkan sebuah penantian yang panjang. Dan mereka semua kompak, setuju menerima Tae Oh, tidak mempedulikan Se Hyun yang keberatan.
Malam itu, Tae Oh pulang bersama Se Hyun yang sibuk memotret sana sini. "Sampai kapan kau akan mengikutiku?", tanya Se Hyun ketus.
"Sampai tiba di rumahmu. Kau bilang kita tinggal di lingkungan yang sama. Akan menyenangkan jika kita bisa pergi ke kampus bersama-sama besok pagi. Jadi tunjukkan padaku dimana rumahmu".
Se Hyun menebak Tae Oh bergabung di klub film pasti punya motif yang lain. Tae Oh tidak mengelak. Se Hyun merasa Tae Oh pasti seorang playboy karena licik dan tidak bicara formal padanya. Namun Tae Oh berkata sejujurnya saat ini dia sedang berusaha untuk tidak merasa canggung di depan Se Hyun. Ia tidak akan pernah memanggil Se Hyun dengan noona karena di saat ia memanggil Se Hyun noona maka sejak itulah masa depannya bisa bersama Se Hyun hilang.
Se Hyun bertanya apa Tae Oh pernah berkencan, berapa banyak gadis yang sudah dikencani Tae Oh. Tae Oh tidak bisa menjawab dengan jelas. Se Hyun menebak Tae Oh pasti belum pernah punya pacar. "Apa yang kau bicarakan? Kita berkencan sekarang...", sahut Tae Oh. Se Hyun mendengus dan tersenyum. Tae Oh ikut tersenyum.
Mereka kembali melanjutkan berjalan, Se Hyun memotret bagian-bagian yang menarik. Sementara Tae Oh, mencuri kesempatan, ingin memeluk pundak Se Hyun. Se Hyun tau dan berkata, "Jangan pernah berpikir meletakkan tanganmu di bahuku...". Tae Oh menarik kembali tangannya, "Aku tidak punya niat melakukan itu", bohong Tae Oh. Se Hyun tertawa kecil dan mengatakan Tae Oh itu imut. Tae Oh jelas protes, tidak mau disebut imut, tapi keren dan mulai sekarang ia akan bersikap lebih keren lagi.
Tae Oh kembali akan melingkarkan tangannya ke pundak Se Hyun, namun tiba-tiba Song Yi menelponnya. Se Hyun menyuruh Tae Oh menerima telpon itu dan Tae Oh berjalan menjauhi Se Hyun.
Di telpon, Song Yi memberitahukan Tae Oh bahwa malam ini ia akan mengakui perasaannya pada cowok yang ia sukai. Song Yi melihat sekilas ke arah Ji Ahn yang berada di dalam mini market. Tae Oh kaget dan terdiam. "Yoon Tae Oh, kau mendengarkan?", tanya Song Yi.
"Kau bilang kau akan menyukainya dari jauh", ucap Tae Oh, nadanya agak sedih.
"Kenapa? Apa seharusnya tidak bilang ya?".
"Kenapa tiba-tiba kau ingin mengakui perasaanmu?". Tidak sengaja Se Hyun mendengar pertanyaan Tae Oh itu dan melihat ke arah Tae Oh. Song Yi berkata ia tidak tau dan menyuruh Tae Oh mengatakan padanya apa ia harus mengakui perasaaannya atu tidak. Tae Oh melihat ke belakang, ke arah Se Hyun dan Se Hyun cepat-cepat mengalihkan pandangannya.
"Kenapa tanya padaku?", kali ini nada Tae Oh berubah agak kesal.
"Coba pikir! Bagaimana kalau keadaan menjadi canggung setelah aku menyatakan perasaanku? Aku butuh keberanian. Beri aku keberanian. Aku tidak jelek, kan? Tidak apa-apa seorang gadis mengakui perasaannya, kan?", desak Song Yi.
"Tidak tau. Lakukan saja apa yang kau mau", Tae Oh memutuskan telpon. Song Yi kembali melihat ke dalam mini market, ternyata Ji Ahn sudah tidak ada lagi di sana.
Tiba-tiba Ji Ahn sudah ada di depannya, bertanya kapan Song Yi datang. "Baru saja", jawab Song Yi. Song Yi terdiam sesaat dan mempersiapkan keberanian untuk mengakui perasaannya pada Ji Ahn.
Tae Oh masih mengikuti Se Hyun. Tapi kali ini, ia berjalan dengan lesu. Tae Oh berhenti dan bersandar di tembok, teringat Song Yi pernah bilang bahwa cowok yang ia suka itu seperti sebuah oasis untuknya dan seseorang yang ingin ia ajak berlibur bersama, hanya memandangnya saja sudah membuatnya bahagia.
Se Hyun melihat Tae Oh yang sedang bersandar di tembok sambil melamun dan memotretnya, membuat Tae Oh tersadar dari lamunannya. "Dia gadis yang di cafe, bukan? Gadis yang menelpon dari kantor polisi", ucap Se Hyun. Tae Oh menundukkan kepalanya. "Kalau kau harus pergi, pergilah".
"Tidak apa-apa", sahut Tae Oh.
"Kau menyukainya, kan?". Tae Oh bengong. "Kau menyukainya", tegas Se Hyun lagi. Tae Oh membantah, ia memiliki empat teman di lingkungannya dan Song Yi adalah salah satunya. "Kalau begitu, dia pasti cinta pertamamu", tebak Se Hyun.
"Aku bilang bukan...", bantah Tae Oh lagi. Lalu ponsel Tae Oh kembali berbunyi, dari Song Yi. Se Hyun menyuruh Tae Oh menerimanya, karena Tae Oh terlihat tidak begitu baik setelah berbicara dengan Song Yi tadi. "Sudah aku bilang bukan seperti itu...", bantah Tae Oh lagi.
Tae Oh berbalik dan menjawab telpon Song Yi. "Apa kagi sekarang?", tanya Tae Oh kesal. Tae Oh mendengar Song Yi menangis. "Kau menangis? Kenapa kau menangis?".
"Dimana kau sekarang? Aku membutuhkanmu. Aku ada di rumah lamaku. Cepat...".
"Baiklah. Aku akan datang dalam lima menit. Jadi berhenti menangis! Tunggu aku. Aku akan ke sana sekarang". Tae Oh menutup telponnya dan ragu-ragu, tidak tau apa yang harus dikatakan pada Se Hyun. Tapi Se Hyun menyuruh Tae Oh pergi, ia akan baik-baik saja. Sebelum pergi, Tae Oh meminta Se Hyun menunjukkan rumah Se Hyun padanya lain waktu.
Tae Oh berbalik dan berlari, menuju ke tempat Song Yi. Se Hyun memotret Tae Oh yang sedang berlari dan bergumam, "Itu benar. Kau memang menyukainya".
Tae Oh melihat Song Yi menangis sambil duduk di depan pagar rumahnya yang lama. Begitu melihat Tae Oh datang, tangis Song Yi semakin keras. "Apa yang terjadi? Aku pikir kau akan mengakui perasaanmu padanya. Apa dia menolakmu?", tanya Tae Oh, agak marah. Song Yi menganggukkan kepalanya. Tae Oh menghela nafasnya dan duduk di samping Song Yi.
Han Song Yi menangis. Bukan karena aku, tapi karena cowok yang lain. - Tae Oh
Tae Oh mencari-cari sapu tangan tapi tidak ada. Tae Oh membuka bajunya dan memberikannya pada Song Yi. Song Yi menerima baju itu dan mengelap air mata dan ingusnya dengan baju Tae Oh. :-D
"Siapa dia? Siapa orang yang kau tangisi?".
"Apa yang akan kau lakukan kalau tau?".
"Aku akan membunuh bajingan itu. Jadi siapa orang yang menolakmu? Dia pikir siapa dia sampai-sampai menolakmu? ", sahut Tae Oh marah.
"Jangan bercanda!", sahut Song Yi marah.
"Jangan membela dia! Kau...". Ucapan Tae Oh terputus karena Se Hyun tiba-tiba ada di sana dan memandang aneh padanya. Tae Oh baru sadar ia tidak pakai baju dan refleks menutup dadanya. "Dia tidak menangis karena aku", ucap Tae Oh terbata-bata.
"Aku benar-benar tidak menangis karena dia", Song Yi ikut menjelaskan dengan terbata-bata. Song Yi bahkan menyilangkan tangannya, meyakinkan Se Hyun bahwa ini bukan seperti yang dipikirkan Se Hyun. Se Hyun tersenyum tipis melihat kedekatan Song Yi dan Tae Oh. Tae Oh bertanya kenapa Se Hyun ada di sana. Se Hyun mengatakan itu adalah rumahnya, sambil menunjuk ke arah rumah Song Yi yang lama. Tae Oh dan Song Yi kaget dan cepat-cepat pindah dari depan pagar, memberi jalan agar Se Hyun bisa masuk.
Dan setelah berpamitan, Se Hyun pun masuk ke dalam rumah meninggalkan Tae Oh dan Song Yi yang saling berpandangan, kebingungan.
Bersambung...
[Sinopsis Because It' s The First Time Episode 4]
Post a Comment