[Sinopsis Orange Marmalade Episode 4]
Kdramastory - [Abad Ke-17 Kanggae di Propinsi Hamkyeong]
Terdengar narasi Jae Min :
'Malam bertambah dalam, kegelapan bersatu dengan bayangan cahaya bulan. Mereka mulai bergerak'
Di tengah malam, dua orang pria sedang berjalan dengan membawa gerobak yang berisi 'sesuatu' yang dibungkus rapi. Beberapa petugas penjaga perbatasan, menghadang mereka, sang komandan bertanya tujuan mereka melintasi perbatasan di malam hari seperti ini.
"Kami...", jawaban salah seorang dari mereka terpotong karena penjaga menebas dadanya.
Pria itu terlihat marah dan mata pria itu berubah merah dan dengan cepat luka tebasan tertutup kembali.
Para prajurit terkejut. "Vampir. Mereka bukan manusia", ucap sang komandan.
Dengan cepat, beberapa prajurit lain yang masih bersembunyi, keluar dengan membawa panah api. Mereka melepaskan panah api dan panah api tersebut menancap di tubuh kedua vampir itu dan juga di bungkusan yang ada di atas gerobak. Dengan cepat panah api yang menancap di tubuh kedua vampir itu padam.
"Serang!", teriak komandan itu. Dengan kekuatannya yang super, salah seorang vampir mengangkat gerobak dan mengayunkan ke arah para prajurit. Vampir yang lain memberikan tanda pada temannya untuk pergi lebih dahulu. Ia melawan para penjaga sendirian. Salah seorang penjaga akan menebas vampir itu, tapi dengan kekuatannya, vampir itu bisa menghilang dengan cepat dan muncul tiba-tiba di belakangnya dan memukulnya, begitu seterusnya.
`Jantung mereka berdenyut tetapi tidak ada darah hangat yang mengalir di dalamnya. Mendapat luka tetapi tidak terluka. Sebuah tubuh yang tidak bisa dihancurkan dengan kekuatan monster. Memiliki kehidupan tetapi tidak hidup dan tidak juga mati. Secara penampilan, mereka menyerupai manusia tetapi bukan manusia.'
Terlihat salah seorang prajurit berhasil menusuk perut vampir itu. Vampir itu bertambah marah dan mencekik leher penjaga itu. Giginya berubah. Vampir itu terbang ke atas sambil membawa penjaga itu. Para penjaga yang lain tidak bisa berbuat apa-apa. Tiba-tiba penjaga yang diangkat ke atas itu terjatuh ke tanah dan mati. Lehernya penuh dengan darah. Sementara vampir itu sudah menghilang.
'Mereka adalah monster penghisap darah.'
Vampir yang membawa gerobak berlari, dibelakangnya beberapa prajurit mengejar dengan menggunakan kuda. Dan para prajurit berhasil menangkap dan merantainya.
"Mereka adalah vampir", lapor prajurit pada komandannya.
Lalu komandan memeriksa isi gerobak. Isinya adalah batangan-batangan emas, dan sebuah peta.
'Monster yang kelaparan, ingin berpesta, merencanakan pembunuhan besar-besaran di 8 propinsi di Joseon dengan sebuah pemberontakan.'
Komandan itu terkejut. Ia memerintahkan bawahannya untuk mengirimkan pesan ke ibukota, segera. Seorang prajurit pergi dengan kuda menuju ibukota.
'Peringatan untuk seluruh penduduk Joseon, untuk berhati-hati dengan monster yang ada di ibukota, yang menggigit leher untuk menghisap darah. Jika kalian tidak ingin menjadi korban, berhati-hatilah dengan monster yang ada dikegelapan, yang mengincar leher kalian.'
Para petugas menemukan sebuah kuburan masal, yang berisi beberapa mayat dengan ciri-ciri bekas gigitan di leher atau pun di nadi mereka. Mayat-mayat itu dikubur di dalam tanah yang tidak begitu dalam.
'Identitas monster itu adalah vampir.'
--
Jae Min selesai membaca buku (atau mungkin koran. Karena di masa Joseon, koran dibuat seperti buku). Jae Min menutup bukunya dan melemparkan ke arah Shi Woo (Shi Woo adalah Shi Hoo) yang tidur di lantai di depannya.
Shi Woo bangun. "Jung Jae Min, sebagai pelajar, bagaimana kau melempar sebuah buku seperti itu?".
Jae Min mendengus. Menurutnya itu bukanlah sebuah buku. Shi Woo kembali tiduran sambil membaca buku itu. Shi Woo sepertinya mempercayai isi buku itu. Menurutnya, akan lebih baik jika monster itu muncul dihadapannya. "Aku ingin bertarung dengannya".
Sebaliknya Jae Min sama sekali tidak percaya dengan cerita di buku itu, juga cerita yang dibicarakan oleh orang-orang di pasar. Jae Min meminta Shi Woo untuk malu dan tidak membicarakan cerita itu karena mereka ada di Sungkyunkwan.
Karena Jae Min tidak percaya dengan hal seperti itu, Shi Woo menakuti Jae Min dengan cerita hantu yang ada di Sungkyunkwan, hantu seorang pelajar di perpustakaan... Jae Min menutup kedua telinganya dengan tangannya. Shi Woo tidak jadi melanjutkan ceritanya, dan Jae Min kembali menekuni bukunya.
Shi Woo mengatakan mereka pasti tertukar ketika lahir. Han Shi Woo di keluarga prajurit, bukan di keluarga pelajar, dan Jung Jae Min di keluarga pelajar, bukan di keluarga prajurit. Jae Min tidak menanggapi ucapan Shi Woo. Shi Woo menambahkan keluarganya sangat menginginkan putra seperti Jae Min yang sangat rajin belajar, sayangnya mereka malah memiliki putra yang brengsek dan memiliki perilaku yang bururk seperti dirinya.
Jae Min tertawa kecil. Shi Woo menggoda Jae Min dengan menjulurkan kakinya ke bawah meja belajar Jae Min dan mengangkat meja itu ke atas. Dengan sigap, Jae Min bisa menangkapnya dan duduk kembali seperti posisi semula.
"Ho-oh!", goda Shi Hoo.
"Ada denganmu?", tanya Jae Min kesal karena diganggu terus oleh Shi Woo.
"Mainlah denganku", bujuk Shi Woo. Jae Min menolaknya karena ia harus belajar. Shi Woo mengambil kipas dan mulai menyerang Jae Min. Dengan sigap, Jae Min bisa mengatasinya.
"Haruskan kita mulai bertarung?", tantang Shi Woo.
Jae Min tersenyum dan menggulung sebuah buku. Mereka keluar dari kamar dan mulai bertarung di halaman. Mereka bertarung tidak serius, hingga akhirnya Shi Woo tidak sengaja menginjak batu dan keseimbangannya goyah. Jae Min berhasil menusuk perut Shi Hoo dengan buku yang dipegangnya. Shi Woo tersenyum. Ia memuji Jae Min yang terus berkembang seni beladirinya. Menurutnya Jae Min memiliki keahlian sebagai prajurit. Jika saja Jae Min tidak memiliki penyakit itu...
Jae Min tertegun.
-- Flashback --
Ibu Jae Min membawakan obat untuk Jae Min yang terlihat pucat. Ayah Jae Min tiba-tiba masuk, memarahinya karena pingsan setelah melihat darah, Jae Min itu anak laki-laki atau anak perempuan?. "Kau ini aib dalam keluarga", ucap ayahnya. Jae Min terlihat sakit hati dengan ucapan ayahnya.
-- Flashback end --
Jae Min masih tertegun, mengingat ucapan ayahnya. Shi Woo terlihat merasa bersalah karena mengungkit masalah itu dan mencoba mengalihkan perhatian Jae Min dengan menyerangnya. Jae Min kembali unggul. Jae Min memberikan buku yang dipegangnya dan menyuruh Shi Woo menyembunyikan buku itu. Kalau ketahuan, Shi Woo akan mendapatkan hukuman. Ternyata buku vampir yang dibaca Jae Min tadi adalah milik Shi Woo.
Shi Woo tidak peduli. Menurutnya menyita buku itu benar-benar tidak menyenangkan. Lalu Shi Woo berlari ke arah dinding pagar dan menaikinya. Jae Min berteriak, bertanya Shi Woo akan pergi kemana malam-malam begini.
Shi Woo mengatakan ia sedang mempersiapkan sebuah tempat persembunyian, yang tidak ada bau buku atau pun tinta. Shi Woo menghirup nafasnya dalam-dalam, "Kita membutuhkan udara segar".
"Tempat persembunyian?", tanya Jae Min tidak mengerti.
"Utara Banchon melewati hutan, kau akan menyukainya juga. Tunggu saja". Lalu Shi Woo melompat keluar pagar.
Jae Min hanya bisa menghela nafasnya, melihat kelakuan Shi Woo. Tetapi sesaat kemudian ia kembali melamun.
--
[Banchon]
Tengah malam di sebuah perkampungan, beberapa vampir berkumpul di sebuah rumah. Seung Hoon, ayah Ma Ri, ada di antara mereka dan sepertinya ia cukup dihormati oleh vampir yang lain. Sepasang suami istri datang terlambat di pertemuan dan meminta maaf. Sang istri mulai membanggakan suaminya yang memiliki banyak ide begitu ia memegang kuasnya. Pria yang lain tidak percaya, menurutnya Beom Hyung (nama suami wanita itu) tidak bisa menulis dan membaca. Beberapa saat kemudian suasana menjadi panas dan mereka hampir saja terjadi perkelahian.
Seung Hoon menghentikan mereka dan bertanya mengapa mereka bersikap seperti manusia. Mereka langsung terdiam. "Jangan ikuti perilaku buruk manusia!", ucapnya lagi. Lalu Seung Hoon menghela nafasnya, memberitahukan bahwa alasan ia mengumpulkan mereka semua di tempatnya karena ia mendapat kabar penemuan 20 mayat tanpa darah di dalam tubuh mereka di Dokbanggol. Mereka semua terkejut.
Lalu salah satu pria tua yang buta mengatakan bahwa yang melakukan semua itu pasti klan Wonsangu dari Hwasawon.
[Scene beralih ke sebuah gua di Hwasawon]
Beberapa wanita dan pria berbaju putih tidur dengan posisi berdiri di dinding gua. Tetapi ada satu pria yang berbeda, yaitu Han Yoon Jae (ayah tiri Jae Min), ia memakai pakaian berwarna hitam. Di ruangan yang lain, masih di dalam gua itu juga, ada seorang wanita yang tidur, juga dengan posisi berdiri. Sepertinya ia adalah pemimpin kelompok klan Wonsangu karena ia memakai pakaian yang berbeda dengan vampir yang lain.
Pemimpin itu bangun dan mulai berjalan keluar dari gua, diikuti oleh Yoon Jae dan wanita dan pria yang berpakaian putih.
Di rumah Ma Ri, Sun Hwa, ibu Ma Ri, sedang menyiapkan minuman darah untuk tamu-tamu suaminya. Ma Ri datang dan memberikan sedotan dari batang bambu. Ibu merasa bersalah pada Ma Ri yang harus keluar malam-malam mencari sedotan bambu, banyak tamu yang datang tetapi ia malah kehabisan persediaan sedotan bambu. Selain itu Ma Ri juga membawakan seikat bunga sebagai hadiah untuk ibunya. "Wah, cantik sekali", puji Sun Hwa.
Vampir yang menghilang di awal episode ini melaporkan kegagalannya pada pemimpin klan Wonsangu. Dan si pemimpin terlihat kesal atas kegagalan bawahannya dan sekarang emasnya hilang. Ia mengatakan jika ia menyerahkan emas dan peta seharga 80.000 yang (mata uang Korea di masa lalu), maka mereka akan dijanjikan kemenangan di perbatasan. Ia sudah melakukan segala usahanya agar hal itu bisa terwujud. Lalu bagaimana bisa pria itu melakukan kesalahan?
Pria itu menundukkan kepalanya, "Bunuh saja saya".
"Jika Ho Tae tertangkap hidup-hidup maka identitas kita akan terungkap, benar kan?", tanya pemimpin itu. (Ho Tae adalah nama vampir yang ditangkap).
Pria itu menjawab para prajurit memang sudah mengetahui siapa mereka.
Si pemimpin menduga jika para prajurit mampu melakukan penyergapan terhadap mereka, itu artinya gerakan mereka sudah ada yang membocorkan pada petugas. Si pemimpin itu berpikir sejenak, lalu memanggil Jae Hee. (Jae Hee adalah ayah tiri Jae Min di masa yang akan datang).
Si pemimpin itu memerintahkan Jae Hee untuk mengirimkan Huk Bi ke wilayah Banchon. Mencari para vampir yang bertahan hidup dengan meminum darah binatang dan menjadi parasit bagi manusia. Pemimpin itu mengumpat, menganggap vampir seperti itu adalah pelayan rendahan.
Lalu terlihat Jae Hee mengirimkan seekor burung gagak di tengah malam.
--
Seorang pria memberikan laporan hasil otopsi mayat yang ditemukan di daerah Yeonan pada ayah Jae Min. Ia mengatakan ada 10 mayat memiliki tulang berwarna putih dan 10 mayat lagi juga memiliki tulang yang berwarna putih sebelum mengalami kerusakan. Ia juga mengakui bahwa ia tidak menemui tanda-tanda kematian yang pasti namun semua mayat itu memiliki kesamaan yaitu bekas gigi di leher dan di seluruh tubuh mereka.
"Bekas gigi?", tanya ayah Jae Min terkejut.
"Bekas gigi yang runcing", jelas pria itu lagi.
Ayah Jae Min menghela nafasnya. Ia memberitahukan pria itu bahwa ada sebuah pesan rahasia dikirimkan dari propinsi Hamkyeong di perbatasan untuk raja. Emas dengan jumlah yang sangat besar dan peta ditemukan dalam penyergapan dan seorang dari mereka dapat ditangkap hidup-hidup. "Orang itu bukan manusia. Tapi seorang vampir".
Ayah Jae Min memerintahkan pria itu untuk mengirimkan beberapa orang ke seluruh kota dan mengumpulkan informasi. Ia berpesan pada pria itu untuk melakukan tugas ini sendiri, cepat dan rahasia.
"Baik, Menteri Pertahanan. Saya akan melakukan seperti yang anda perintahkan", jawab pria itu. Ternyata ayah Jae Min adalah Menteri Pertahanan.
--
Gagak yang dikirimkan oleh Jae Hee melintasi perkampungan Banchon. Sementara itu, ayah Ma Ri masih bertemu dengan beberapa vampir lainnya sambil menghabiskan minuman yang disediakan oleh ibu Ma Ri.
Mereka memuji minuman mereka rasanya semakin enak. Pria tua buta itu menyetujui ucapan vampir lainnya. Menurutnya dalam hidup ini, berbagi semangkuk makanan itu sudah cukup. Apa lagi yang mereka inginkan dan untuk apa mereka harus serakah seperti klan Wonsanggu.
Ayah Ma Ri juga sependapat dengan pria tua buta itu. Hal itu juga pernah ia katakan pada klan Wonsanggu. Untungnya, mereka bisa sedikit menghalangi pergerakan klan Wonsanggu di perbatasan dengan membocorkan sedikit informasi kepada petugas.
Salah satu dari vampir itu sependapat dengan ayah Ma Ri. Dengan terhalangnya pergerakan klan Wonsanggu di perbatasan maka dapat mencegah terjadi pertempuran di Joseon yang diakibatkan oleh vampir.
"Vampir-vampir itu benar-benar ahli dalam membuat keributan", sahut yang lainya lagi.
"Jika sifat manusia ada di dalam hati vampir, maka tidak akan ada pertempuran. Semuanya akan damai", sahut yang lainnya lagi.
Vampir yang lain tidak percaya dengan ucapan vampir itu, menurutnya vampir itu hanya penakut. Takut melihat pertempuran dan sungai yang dipenuhi oleh darah. Itu karena vampir itu menginginkan seorang manusia, benar kan?
Vampir yang tadi menginginkan perdamaian itu menjadi marah, tidak terima dengan tuduhan temannya. Ia bersiap memulai pertengkaran.
"Sudah! Sudah! Cukup", potong Seung Hoon. Seung Hoon memberitahu mereka bahwa para prajurit berhasil menangkap salah satu vampir dan menemukan setumpuk mayat yang menjadi mangsa vampir. "Jika petir menjadi sering terjadi maka badai pasti akan mengikutinya", ucap Seung Hoon.
Seung Hoon berpesan pada semua tamunya untuk berhati-hati dan memberi peringatan pada keluarga vampir lainnya. Dan mereka juga sama sekali tidak boleh melakukan pelanggaran hukum.
"Kenapa harus khawatir? Para prajurit juga tidak akan bisa masuk ke Banchon", sahut salah seorang vampir tidak percaya.
"Tentu saja, tinggal di Banchon membuat kita menjadi tidak terlihat", sahut pria buta itu.
--
Sun Hwa memberikan Ma Ri obat. Ma Ri mengernyitkan wajahnya. "Pahit?", tanya ibunya. Ma Ri menggelengkan kepalanya. Obat yang diminumnya itu benar-benar membantunya untuk tetap aktif di siang hari. Ma Ri mengatakan bahwa ia merasa obat itu seperti rasanya matahari. Ibu Ma Ri tersenyum. Ia memuji Ma Ri yang pintar.
Lalu mereka membagi obat itu ke dalam beberapa botol.
Ternyata keesokan paginya, mereka mendistribusikan botol-botol itu secara diam-diam ke seluruh vampir yang ada di kota. Para vampir ini berbaur dengan manusia biasa dan bekerja secara normal seperti manusia pada umumnya.
--
Seorang guru Sungkyunkwan menemui Jae Min. Ia menanyakan keberadaan Han Shi Woo. Ia memarahi Jae Min yang seharusnya tahu bahwa sebagai siswa Sungkyunkwan, mereka tidak boleh berada di tempat-tempat yang memiliki reputasi buruk. Jae Min terkejut, tidak mengerti maksud gurunya.
"Kau teman sekamarnya dan tidak tahu apa-apa? Bawa Han Shi Woo ke hadapanku sebelum matahari tenggelam", perintah guru itu pada Jae Min. Lalu pergi tanpa mendengar jawaban dari Jae Min.
Jae Min pergi ke sebuah hutan, mencari Shi Woo. Ia teringat ucapan Shi Woo sebelumnya yang mengatakan bahwa ia menyiapkan tempat persembunyian di utara Banchon. Jae Min berpikir, Shi Woo pasti berada di sekitar hutan itu.
Tiba-tiba perhatian Jae Min beralih karena mendengar suara seruling yang merdu. Jae Min tertarik dengan suara itu dan perlahan mencari sumber suaranya. Ia berjalan melewati pohon-pohon dihutan dan sampai di suatu tempat. Ia melihat seorang gadis yang bermain seruling sambil duduk di atas sebuah batu yang besar. Jae Min berjalan semakin mendekati Ma Ri, tiba-tiba ia menginjak ranting pohon dan Ma Ri menghentikan permainan serulingnya.
Ma Ri menoleh. Melihat Jae Min. Jae Min tertegun sesaat melihat Ma Ri. Tiba-tiba ia tersadar dan berbalik, berjalan dengan cepat. "Siapa namamu?", suara hati Jae Min. Jae Min sepertinya ingin menanyakan nama Ma Ri tapi ia sadar bahwa hukum Joseon memisahkan antara seorang pria dan seorang wanita. Jae Min memarahi dirinya yang berhenti dan menyuruh dirinya untuk cepat pergi mencari Shi Woo.
Jae Min akan melanjutkan langkahnya, tidak melihat ada ular di dekat kakinya, tiba-tiba ular itu menggigit kakinya. Jae Min terkejut dan cepat-cepat duduk, mengambil pisau dari kantong celananya dan menusuk luka gigitan ular itu. Ia berusaha mengeluarkan racun bekas gigitan ular itu sambil terus menerus mengurut kakinya. Nafasnya memburu, sementara pandangannya mulai kabur.
"Aku harus mengisap darahnya dan mengeluarkan racunnya", ucap Jae Min dalam hati. Tapi karena Jae Min takut dengan darah, ia tidak berani melakukannya dan hanya berbaring di atas batu.
Tiba-tiba Ma Ri datang dan melihat kaki Jae Min bengkak dan mengeluarkan darah.
Ma Ri terkejut dan dengan segera mengambil sedotan bambu dan menusukkannya ke luka Jae Min, menghisap darahnya, lalu membuangnya. Ma Ri berhasil melakukannya beberapa kali tanpa terpengaruh dengan instingnya sebagai vampir.
Tapi tidak lama kemudian Ma Ri sadar apa yang sedang dihisapnya itu. "Ini... darah manusia", ucap Ma Ri dalam hati. Seketika itu juga Ma Ri berubah. Matanya menjadi keunguan, giginya menjadi runcing, dan kukunya berubah menjadi panjang dan tajam.
Jae Min sama sekali tidak menyadari perubahan Ma Ri. Karena matanya terpejam, menahan rasa sakit. Ma Ri sudah membuka mulutnya, siap menghisap darah Jae Min.
Tiba-tiba dari jauh Shi Woo muncul, dan bertanya apakah mereka baik-baik saja. Ma Ri tersadar. Cepat-cepat Ma Ri membereskan sedotan bambu yang dibawanya dan berlari menjauh.
Jae Min melihat Ma Ri pergi dan meminta Ma Ri untuk tidak pergi. Dengan suara yang lemah, ia juga bertanya siapa nama Ma Ri, dan sesaat kemudian ia pingsan. Shi Woo mendekati Jae Min dan melihat kaki Jae Min terluka karena digigit ular. Shi Woo mengambil pisau dan memotong tali pengikat pakaiannya dan mengikatkan ke kaki Jae Min, mencegah racun itu menyebar lebih jauh.
Ma Ri berlari ke arah sungai. Di sungai ia berkumur-kumur. Tidak cukup dengan berkumur-kumur, ia langsung membenamkan wajahnya ke air sungai, meminum air sebanyak-banyaknya dan membuangnya. Ma Ri terlihat sangat shock karena dirinya berubah menjadi vampir. "Aku berasal dari klan vampir. Tapi aku bukanlah vampir. Seorang klan vampir tidak boleh memakan darah manusia"", ucap Ma Ri dalam hatinya.
--
Shi Woo membawa Jae Min kembali ke Sungkyunkwan. Seorang tabib sedang mengobati Jae Min. Guru masuk dan bertanya pada tabib bagaimana keadaan Jae Min. Tabib berkata Jae Min sangat beruntung, racun dikeluarkan pada waktu yang tepat sehingga tidak menyebar ke seluruh tubuh.
Guru meminta tabib untuk merawat Jae Min dengan baik. Kemudian ia beralih pada Shi Woo. "Dan kau...Ikut aku", ucap guru pada Shi Woo. Shi Woo tersenyum kecil.
Di halaman, guru dan Shi Woo berbicara. Sambil menundukkan kepalanya, Shi Woo mengatakan bahwa ia akan menerima apa pun hukumannya.
"Jadi kau mengakui bahwa kau pergi ke tempat yang buruk dan mempertontonkan kelakuan yang buruk?", tanya guru.
"Saya minta maaf", sahut Shi woo.
Guru berdehem. Ia mengatakan seharusnya ia memiliki hak bertanya pada Shi Woo apa kesalahan yang dilakukan oleh Shi Woo tetapi karena permintaan seseorang, ia tidak akan memberi hukuman apa pun pada Shi Woo kali ini. Shi Woo terkejut. Guru melanjutkan, seharusnya Han Shi Woo mempertimbangkan temannya dengan fokus pada pelajaran. Kemudian guru berbalik pergi.
Namun Shi Woo menghentikan langkah gurunya dengan mengatakan bahwa seharusnya peraturan Sungkyunkwan itu sama untuk semua orang. Dengan menggunakan kekuasaan ayahnya, bagaimana seorang siswa yang melanggar peraturan sekolah bisa terhindar dari hukuman.
Guru terkejut mendengar ucapan Shi Woo. "Mohon hukumlah saya dan tegakkanlah kehormatan Sungkyunkwan", sambung Shi Woo lagi. Guru hanya bisa tergagap mendengar ucapan Shi Woo yang berani itu.
Kemudian Shi Woo masuk kembali ke kamarnya. Ia melihat Jae Min sudah sadar dan bertanya bagaimana keadaan Jae Min, apakah ia baik-baik saja. Jae Min hanya tersenyum tipis. Shi Woo berkata bahwa Jae Min sungguh beruntung karena racunnya dikeluarkan pada waktu yang tepat. Jae Min tertegun mengingat Ma Ri yang mengeluarkan racun dari lukanya.
Shi Hoo tersenyum jahil dan menutup pintu kamar rapat-rapat. Ia menggoda Jae Min yang untuk beberapa hari ke depan hanya bisa makan bubur. Sementara lusa adalah hari daging. Ia minta Jae Min untuk sama sekali tidak memakan dagingnya.
Jae Min bertanya, agak marah, memangnya selama ini di malam hari Shi Woo pergi kemana. Shi Woo tidak mau menceritakannya. Ia hanya menjawab, "Rahasia".
Para siswa berkumpul, makan bersama-sama. Para pelayan sibuk melayani mereka dan menyajikan menu daging hari itu. Para siswa terlihat begitu gembira, karena akhirnya mereka bisa makan daging. Mereka bertekad untuk menghabiskan semua daging itu untuk mendapatkan kekuatan untuk belajar. Bagaimana bisa mereka kuat jika setiap harinya hanya makan sayuran, ucap salah satu dari mereka.
Tidak lama kemudian, para siswa berdiri mengantri di depan toilet. Mereka terlihat menahan sakit perut dan tidak sabar menunggu giliran. Dan ternyata toilet yang berfungsi hanya satu, sedangkan yang satunya lagi, pintunya rusak dan sedang diperbaiki. Mereka meminta tukang kayu memperbaikinya lebih cepat karena mereka sudah tidak tahan lagi, sudah hampir keluar. Dengan cuek, si tukang kayu menyuruh mereka masuk saja. Tidak apa-apa juga pintunya terbuka lebar. Para siswa tentu saja menolak. Akhirnya karena tidak tahan lagi, mereka pergi ke hutan di dekat sekolah. LOL.
--
Jae Min dan beberapa siswa Sungkyunkwan pergi ke pasar. Salah seorang siswa meminta maaf karena harus mengajak Jae Min yang masih sakit. Jae Min memang terlihat berjalan dengan kaki yang pincang. Siswa itu mengatakan hal ini disebabkan karena banyak siswa yang masih sakit dan tidak bisa bangun.
Jae Min mengatakan ia baik-baik saja. Jae Min mengatakan ia bersyukur bahwa siswa itu baik-baik saja. Siswa itu mengatakan hal itu disebabkan karena pada hari itu ia sedang keluar dari asrama untuk mengurus sesuatu. Ia juga memberitahukan Jae Min bahwa mereka keluar dari asrama hari ini untuk melakukan investigasi karena daging yang dimakan oleh siswa itu menyebabkan mereka sakit perut. Sebenarnya ia tidak begitu menyalahkan penjual daging karena beberapa dari siswa memang miskin dan tidak pernah memakan daging, sehingga begitu melihat daging, mereka menjadi rakus.
Seung Hoon dan Sun Hwa berlutut di tanah. Siswa Sungkyunkwan menginterogasi mereka tentang daging tercemar yang mereka supply ke Sungkyunkwan.
"Saya mengatakan pada anda saya tidak melakukan apa pun", ucap Seung Hoon ketakutan.
"Beraninya kau membuat alasan di depanku", ucap siswa itu lagi. "Karena binatang sepertimu, sekarang Sungkyunkwan penuh dengan siswa yang sakit". Jae Min terlihat tidak nyaman melihat sikap temannya itu.
Seung Hoon mengatakan daging yang ia kirim adalah daging sama yang ia kirimkan ke rumah-rumah bangsawan yang lain. "Periksalah dan anda akan mengetahuinya".
"Tutup mulutmu!", bentak siswa tadi.
Jae Min mengatakan pada siswa itu, ia merasa lebih baik mereka mengkonfirmasi ucapan Seung Hoon. Menurut pendapatnya, mungkin saja penyebabnya bukan karena daging.
Tiba-tiba sekelompok orang datang, memberi hormat pada siswa itu. Siswa itu memberitahukan mereka bahwa Seung Hoon sudah mengirimkan daging tercemar untuk Sungkyunkwan. Seung Hoon menangis, membantah tuduhan itu. Jae Min terlihat tidak nyaman.
Pemimpin dari sekelompok pria itu memberitahukan bahwa ia akan mengurus masalah ini sesuai dengan hukum Banchon. "Bawa dan ikat dia!", perintahnya pada bawahannya. Padahal beberapa hari yang lalu Seung Hoon sempat mengingatkan teman-temannya jangan sampai melakukan kesalahan yang melanggar hukum. Dan sekarang malah ia yang dibawa oleh petugas.
Sun Hwa menangis, berusaha menahan mereka membawa suaminya pergi. Ma Ri yang baru saja tiba, juga ikut membantu ibunya. Jae Min tertegun melihat Ma Ri, "Kau seorang tukang daging. Mengapa kau harus seorang tukang daging?", gumam Jae Min dalam hati.
Jae Min melihat Ma Ri terdorong dan terjatuh ke tanah. Ia hendak menolong, tapi mengurungkan niatnya. Ia hanya melihat punggung Ma Ri yang menjauh, berlari mengejar ayahnya.
--
Kedua tangan ayah Ma Ri diikat ke tiang gantungan. Ia diikat di luar, bukan di dalam penjara. Ma Ri dan ibunya mengawasi dari jauh. Mereka mengalihkan pandangan mereka, tidak sanggup melihat Seung Hoon yang semakin lemah dan terjatuh ke tanah.
Bersambung...
[Sinopsis Orange Marmalade Episode 5 Part 2]
All images credit : KBS2
Sinopsis Orange Marmalade Episode 5 Part 1
![]() |
Credit : KBS2 |
Terdengar narasi Jae Min :
'Malam bertambah dalam, kegelapan bersatu dengan bayangan cahaya bulan. Mereka mulai bergerak'
Di tengah malam, dua orang pria sedang berjalan dengan membawa gerobak yang berisi 'sesuatu' yang dibungkus rapi. Beberapa petugas penjaga perbatasan, menghadang mereka, sang komandan bertanya tujuan mereka melintasi perbatasan di malam hari seperti ini.
"Kami...", jawaban salah seorang dari mereka terpotong karena penjaga menebas dadanya.
Pria itu terlihat marah dan mata pria itu berubah merah dan dengan cepat luka tebasan tertutup kembali.
Para prajurit terkejut. "Vampir. Mereka bukan manusia", ucap sang komandan.
Dengan cepat, beberapa prajurit lain yang masih bersembunyi, keluar dengan membawa panah api. Mereka melepaskan panah api dan panah api tersebut menancap di tubuh kedua vampir itu dan juga di bungkusan yang ada di atas gerobak. Dengan cepat panah api yang menancap di tubuh kedua vampir itu padam.
"Serang!", teriak komandan itu. Dengan kekuatannya yang super, salah seorang vampir mengangkat gerobak dan mengayunkan ke arah para prajurit. Vampir yang lain memberikan tanda pada temannya untuk pergi lebih dahulu. Ia melawan para penjaga sendirian. Salah seorang penjaga akan menebas vampir itu, tapi dengan kekuatannya, vampir itu bisa menghilang dengan cepat dan muncul tiba-tiba di belakangnya dan memukulnya, begitu seterusnya.
`Jantung mereka berdenyut tetapi tidak ada darah hangat yang mengalir di dalamnya. Mendapat luka tetapi tidak terluka. Sebuah tubuh yang tidak bisa dihancurkan dengan kekuatan monster. Memiliki kehidupan tetapi tidak hidup dan tidak juga mati. Secara penampilan, mereka menyerupai manusia tetapi bukan manusia.'
Terlihat salah seorang prajurit berhasil menusuk perut vampir itu. Vampir itu bertambah marah dan mencekik leher penjaga itu. Giginya berubah. Vampir itu terbang ke atas sambil membawa penjaga itu. Para penjaga yang lain tidak bisa berbuat apa-apa. Tiba-tiba penjaga yang diangkat ke atas itu terjatuh ke tanah dan mati. Lehernya penuh dengan darah. Sementara vampir itu sudah menghilang.
'Mereka adalah monster penghisap darah.'
Vampir yang membawa gerobak berlari, dibelakangnya beberapa prajurit mengejar dengan menggunakan kuda. Dan para prajurit berhasil menangkap dan merantainya.
"Mereka adalah vampir", lapor prajurit pada komandannya.
Lalu komandan memeriksa isi gerobak. Isinya adalah batangan-batangan emas, dan sebuah peta.
'Monster yang kelaparan, ingin berpesta, merencanakan pembunuhan besar-besaran di 8 propinsi di Joseon dengan sebuah pemberontakan.'
Komandan itu terkejut. Ia memerintahkan bawahannya untuk mengirimkan pesan ke ibukota, segera. Seorang prajurit pergi dengan kuda menuju ibukota.
'Peringatan untuk seluruh penduduk Joseon, untuk berhati-hati dengan monster yang ada di ibukota, yang menggigit leher untuk menghisap darah. Jika kalian tidak ingin menjadi korban, berhati-hatilah dengan monster yang ada dikegelapan, yang mengincar leher kalian.'
Para petugas menemukan sebuah kuburan masal, yang berisi beberapa mayat dengan ciri-ciri bekas gigitan di leher atau pun di nadi mereka. Mayat-mayat itu dikubur di dalam tanah yang tidak begitu dalam.
'Identitas monster itu adalah vampir.'
--
Jae Min selesai membaca buku (atau mungkin koran. Karena di masa Joseon, koran dibuat seperti buku). Jae Min menutup bukunya dan melemparkan ke arah Shi Woo (Shi Woo adalah Shi Hoo) yang tidur di lantai di depannya.
Shi Woo bangun. "Jung Jae Min, sebagai pelajar, bagaimana kau melempar sebuah buku seperti itu?".
Jae Min mendengus. Menurutnya itu bukanlah sebuah buku. Shi Woo kembali tiduran sambil membaca buku itu. Shi Woo sepertinya mempercayai isi buku itu. Menurutnya, akan lebih baik jika monster itu muncul dihadapannya. "Aku ingin bertarung dengannya".
Sebaliknya Jae Min sama sekali tidak percaya dengan cerita di buku itu, juga cerita yang dibicarakan oleh orang-orang di pasar. Jae Min meminta Shi Woo untuk malu dan tidak membicarakan cerita itu karena mereka ada di Sungkyunkwan.
Karena Jae Min tidak percaya dengan hal seperti itu, Shi Woo menakuti Jae Min dengan cerita hantu yang ada di Sungkyunkwan, hantu seorang pelajar di perpustakaan... Jae Min menutup kedua telinganya dengan tangannya. Shi Woo tidak jadi melanjutkan ceritanya, dan Jae Min kembali menekuni bukunya.
Shi Woo mengatakan mereka pasti tertukar ketika lahir. Han Shi Woo di keluarga prajurit, bukan di keluarga pelajar, dan Jung Jae Min di keluarga pelajar, bukan di keluarga prajurit. Jae Min tidak menanggapi ucapan Shi Woo. Shi Woo menambahkan keluarganya sangat menginginkan putra seperti Jae Min yang sangat rajin belajar, sayangnya mereka malah memiliki putra yang brengsek dan memiliki perilaku yang bururk seperti dirinya.
Jae Min tertawa kecil. Shi Woo menggoda Jae Min dengan menjulurkan kakinya ke bawah meja belajar Jae Min dan mengangkat meja itu ke atas. Dengan sigap, Jae Min bisa menangkapnya dan duduk kembali seperti posisi semula.
"Ho-oh!", goda Shi Hoo.
"Ada denganmu?", tanya Jae Min kesal karena diganggu terus oleh Shi Woo.
"Mainlah denganku", bujuk Shi Woo. Jae Min menolaknya karena ia harus belajar. Shi Woo mengambil kipas dan mulai menyerang Jae Min. Dengan sigap, Jae Min bisa mengatasinya.
"Haruskan kita mulai bertarung?", tantang Shi Woo.
Jae Min tersenyum dan menggulung sebuah buku. Mereka keluar dari kamar dan mulai bertarung di halaman. Mereka bertarung tidak serius, hingga akhirnya Shi Woo tidak sengaja menginjak batu dan keseimbangannya goyah. Jae Min berhasil menusuk perut Shi Hoo dengan buku yang dipegangnya. Shi Woo tersenyum. Ia memuji Jae Min yang terus berkembang seni beladirinya. Menurutnya Jae Min memiliki keahlian sebagai prajurit. Jika saja Jae Min tidak memiliki penyakit itu...
Jae Min tertegun.
-- Flashback --
Ibu Jae Min membawakan obat untuk Jae Min yang terlihat pucat. Ayah Jae Min tiba-tiba masuk, memarahinya karena pingsan setelah melihat darah, Jae Min itu anak laki-laki atau anak perempuan?. "Kau ini aib dalam keluarga", ucap ayahnya. Jae Min terlihat sakit hati dengan ucapan ayahnya.
-- Flashback end --
Jae Min masih tertegun, mengingat ucapan ayahnya. Shi Woo terlihat merasa bersalah karena mengungkit masalah itu dan mencoba mengalihkan perhatian Jae Min dengan menyerangnya. Jae Min kembali unggul. Jae Min memberikan buku yang dipegangnya dan menyuruh Shi Woo menyembunyikan buku itu. Kalau ketahuan, Shi Woo akan mendapatkan hukuman. Ternyata buku vampir yang dibaca Jae Min tadi adalah milik Shi Woo.
Shi Woo tidak peduli. Menurutnya menyita buku itu benar-benar tidak menyenangkan. Lalu Shi Woo berlari ke arah dinding pagar dan menaikinya. Jae Min berteriak, bertanya Shi Woo akan pergi kemana malam-malam begini.
Shi Woo mengatakan ia sedang mempersiapkan sebuah tempat persembunyian, yang tidak ada bau buku atau pun tinta. Shi Woo menghirup nafasnya dalam-dalam, "Kita membutuhkan udara segar".
"Tempat persembunyian?", tanya Jae Min tidak mengerti.
"Utara Banchon melewati hutan, kau akan menyukainya juga. Tunggu saja". Lalu Shi Woo melompat keluar pagar.
Jae Min hanya bisa menghela nafasnya, melihat kelakuan Shi Woo. Tetapi sesaat kemudian ia kembali melamun.
--
[Banchon]
Tengah malam di sebuah perkampungan, beberapa vampir berkumpul di sebuah rumah. Seung Hoon, ayah Ma Ri, ada di antara mereka dan sepertinya ia cukup dihormati oleh vampir yang lain. Sepasang suami istri datang terlambat di pertemuan dan meminta maaf. Sang istri mulai membanggakan suaminya yang memiliki banyak ide begitu ia memegang kuasnya. Pria yang lain tidak percaya, menurutnya Beom Hyung (nama suami wanita itu) tidak bisa menulis dan membaca. Beberapa saat kemudian suasana menjadi panas dan mereka hampir saja terjadi perkelahian.
Seung Hoon menghentikan mereka dan bertanya mengapa mereka bersikap seperti manusia. Mereka langsung terdiam. "Jangan ikuti perilaku buruk manusia!", ucapnya lagi. Lalu Seung Hoon menghela nafasnya, memberitahukan bahwa alasan ia mengumpulkan mereka semua di tempatnya karena ia mendapat kabar penemuan 20 mayat tanpa darah di dalam tubuh mereka di Dokbanggol. Mereka semua terkejut.
Lalu salah satu pria tua yang buta mengatakan bahwa yang melakukan semua itu pasti klan Wonsangu dari Hwasawon.
[Scene beralih ke sebuah gua di Hwasawon]
Beberapa wanita dan pria berbaju putih tidur dengan posisi berdiri di dinding gua. Tetapi ada satu pria yang berbeda, yaitu Han Yoon Jae (ayah tiri Jae Min), ia memakai pakaian berwarna hitam. Di ruangan yang lain, masih di dalam gua itu juga, ada seorang wanita yang tidur, juga dengan posisi berdiri. Sepertinya ia adalah pemimpin kelompok klan Wonsangu karena ia memakai pakaian yang berbeda dengan vampir yang lain.
Pemimpin itu bangun dan mulai berjalan keluar dari gua, diikuti oleh Yoon Jae dan wanita dan pria yang berpakaian putih.
Di rumah Ma Ri, Sun Hwa, ibu Ma Ri, sedang menyiapkan minuman darah untuk tamu-tamu suaminya. Ma Ri datang dan memberikan sedotan dari batang bambu. Ibu merasa bersalah pada Ma Ri yang harus keluar malam-malam mencari sedotan bambu, banyak tamu yang datang tetapi ia malah kehabisan persediaan sedotan bambu. Selain itu Ma Ri juga membawakan seikat bunga sebagai hadiah untuk ibunya. "Wah, cantik sekali", puji Sun Hwa.
Vampir yang menghilang di awal episode ini melaporkan kegagalannya pada pemimpin klan Wonsangu. Dan si pemimpin terlihat kesal atas kegagalan bawahannya dan sekarang emasnya hilang. Ia mengatakan jika ia menyerahkan emas dan peta seharga 80.000 yang (mata uang Korea di masa lalu), maka mereka akan dijanjikan kemenangan di perbatasan. Ia sudah melakukan segala usahanya agar hal itu bisa terwujud. Lalu bagaimana bisa pria itu melakukan kesalahan?
Pria itu menundukkan kepalanya, "Bunuh saja saya".
"Jika Ho Tae tertangkap hidup-hidup maka identitas kita akan terungkap, benar kan?", tanya pemimpin itu. (Ho Tae adalah nama vampir yang ditangkap).
Pria itu menjawab para prajurit memang sudah mengetahui siapa mereka.
Si pemimpin menduga jika para prajurit mampu melakukan penyergapan terhadap mereka, itu artinya gerakan mereka sudah ada yang membocorkan pada petugas. Si pemimpin itu berpikir sejenak, lalu memanggil Jae Hee. (Jae Hee adalah ayah tiri Jae Min di masa yang akan datang).
Si pemimpin itu memerintahkan Jae Hee untuk mengirimkan Huk Bi ke wilayah Banchon. Mencari para vampir yang bertahan hidup dengan meminum darah binatang dan menjadi parasit bagi manusia. Pemimpin itu mengumpat, menganggap vampir seperti itu adalah pelayan rendahan.
Lalu terlihat Jae Hee mengirimkan seekor burung gagak di tengah malam.
--
Seorang pria memberikan laporan hasil otopsi mayat yang ditemukan di daerah Yeonan pada ayah Jae Min. Ia mengatakan ada 10 mayat memiliki tulang berwarna putih dan 10 mayat lagi juga memiliki tulang yang berwarna putih sebelum mengalami kerusakan. Ia juga mengakui bahwa ia tidak menemui tanda-tanda kematian yang pasti namun semua mayat itu memiliki kesamaan yaitu bekas gigi di leher dan di seluruh tubuh mereka.
"Bekas gigi?", tanya ayah Jae Min terkejut.
"Bekas gigi yang runcing", jelas pria itu lagi.
Ayah Jae Min menghela nafasnya. Ia memberitahukan pria itu bahwa ada sebuah pesan rahasia dikirimkan dari propinsi Hamkyeong di perbatasan untuk raja. Emas dengan jumlah yang sangat besar dan peta ditemukan dalam penyergapan dan seorang dari mereka dapat ditangkap hidup-hidup. "Orang itu bukan manusia. Tapi seorang vampir".
Ayah Jae Min memerintahkan pria itu untuk mengirimkan beberapa orang ke seluruh kota dan mengumpulkan informasi. Ia berpesan pada pria itu untuk melakukan tugas ini sendiri, cepat dan rahasia.
"Baik, Menteri Pertahanan. Saya akan melakukan seperti yang anda perintahkan", jawab pria itu. Ternyata ayah Jae Min adalah Menteri Pertahanan.
--
Gagak yang dikirimkan oleh Jae Hee melintasi perkampungan Banchon. Sementara itu, ayah Ma Ri masih bertemu dengan beberapa vampir lainnya sambil menghabiskan minuman yang disediakan oleh ibu Ma Ri.
Mereka memuji minuman mereka rasanya semakin enak. Pria tua buta itu menyetujui ucapan vampir lainnya. Menurutnya dalam hidup ini, berbagi semangkuk makanan itu sudah cukup. Apa lagi yang mereka inginkan dan untuk apa mereka harus serakah seperti klan Wonsanggu.
Ayah Ma Ri juga sependapat dengan pria tua buta itu. Hal itu juga pernah ia katakan pada klan Wonsanggu. Untungnya, mereka bisa sedikit menghalangi pergerakan klan Wonsanggu di perbatasan dengan membocorkan sedikit informasi kepada petugas.
Salah satu dari vampir itu sependapat dengan ayah Ma Ri. Dengan terhalangnya pergerakan klan Wonsanggu di perbatasan maka dapat mencegah terjadi pertempuran di Joseon yang diakibatkan oleh vampir.
"Vampir-vampir itu benar-benar ahli dalam membuat keributan", sahut yang lainya lagi.
"Jika sifat manusia ada di dalam hati vampir, maka tidak akan ada pertempuran. Semuanya akan damai", sahut yang lainnya lagi.
Vampir yang lain tidak percaya dengan ucapan vampir itu, menurutnya vampir itu hanya penakut. Takut melihat pertempuran dan sungai yang dipenuhi oleh darah. Itu karena vampir itu menginginkan seorang manusia, benar kan?
Vampir yang tadi menginginkan perdamaian itu menjadi marah, tidak terima dengan tuduhan temannya. Ia bersiap memulai pertengkaran.
"Sudah! Sudah! Cukup", potong Seung Hoon. Seung Hoon memberitahu mereka bahwa para prajurit berhasil menangkap salah satu vampir dan menemukan setumpuk mayat yang menjadi mangsa vampir. "Jika petir menjadi sering terjadi maka badai pasti akan mengikutinya", ucap Seung Hoon.
Seung Hoon berpesan pada semua tamunya untuk berhati-hati dan memberi peringatan pada keluarga vampir lainnya. Dan mereka juga sama sekali tidak boleh melakukan pelanggaran hukum.
"Kenapa harus khawatir? Para prajurit juga tidak akan bisa masuk ke Banchon", sahut salah seorang vampir tidak percaya.
"Tentu saja, tinggal di Banchon membuat kita menjadi tidak terlihat", sahut pria buta itu.
--
Sun Hwa memberikan Ma Ri obat. Ma Ri mengernyitkan wajahnya. "Pahit?", tanya ibunya. Ma Ri menggelengkan kepalanya. Obat yang diminumnya itu benar-benar membantunya untuk tetap aktif di siang hari. Ma Ri mengatakan bahwa ia merasa obat itu seperti rasanya matahari. Ibu Ma Ri tersenyum. Ia memuji Ma Ri yang pintar.
Lalu mereka membagi obat itu ke dalam beberapa botol.
Ternyata keesokan paginya, mereka mendistribusikan botol-botol itu secara diam-diam ke seluruh vampir yang ada di kota. Para vampir ini berbaur dengan manusia biasa dan bekerja secara normal seperti manusia pada umumnya.
--
Seorang guru Sungkyunkwan menemui Jae Min. Ia menanyakan keberadaan Han Shi Woo. Ia memarahi Jae Min yang seharusnya tahu bahwa sebagai siswa Sungkyunkwan, mereka tidak boleh berada di tempat-tempat yang memiliki reputasi buruk. Jae Min terkejut, tidak mengerti maksud gurunya.
"Kau teman sekamarnya dan tidak tahu apa-apa? Bawa Han Shi Woo ke hadapanku sebelum matahari tenggelam", perintah guru itu pada Jae Min. Lalu pergi tanpa mendengar jawaban dari Jae Min.
Jae Min pergi ke sebuah hutan, mencari Shi Woo. Ia teringat ucapan Shi Woo sebelumnya yang mengatakan bahwa ia menyiapkan tempat persembunyian di utara Banchon. Jae Min berpikir, Shi Woo pasti berada di sekitar hutan itu.
Tiba-tiba perhatian Jae Min beralih karena mendengar suara seruling yang merdu. Jae Min tertarik dengan suara itu dan perlahan mencari sumber suaranya. Ia berjalan melewati pohon-pohon dihutan dan sampai di suatu tempat. Ia melihat seorang gadis yang bermain seruling sambil duduk di atas sebuah batu yang besar. Jae Min berjalan semakin mendekati Ma Ri, tiba-tiba ia menginjak ranting pohon dan Ma Ri menghentikan permainan serulingnya.
Ma Ri menoleh. Melihat Jae Min. Jae Min tertegun sesaat melihat Ma Ri. Tiba-tiba ia tersadar dan berbalik, berjalan dengan cepat. "Siapa namamu?", suara hati Jae Min. Jae Min sepertinya ingin menanyakan nama Ma Ri tapi ia sadar bahwa hukum Joseon memisahkan antara seorang pria dan seorang wanita. Jae Min memarahi dirinya yang berhenti dan menyuruh dirinya untuk cepat pergi mencari Shi Woo.
Jae Min akan melanjutkan langkahnya, tidak melihat ada ular di dekat kakinya, tiba-tiba ular itu menggigit kakinya. Jae Min terkejut dan cepat-cepat duduk, mengambil pisau dari kantong celananya dan menusuk luka gigitan ular itu. Ia berusaha mengeluarkan racun bekas gigitan ular itu sambil terus menerus mengurut kakinya. Nafasnya memburu, sementara pandangannya mulai kabur.
"Aku harus mengisap darahnya dan mengeluarkan racunnya", ucap Jae Min dalam hati. Tapi karena Jae Min takut dengan darah, ia tidak berani melakukannya dan hanya berbaring di atas batu.
Tiba-tiba Ma Ri datang dan melihat kaki Jae Min bengkak dan mengeluarkan darah.
Ma Ri terkejut dan dengan segera mengambil sedotan bambu dan menusukkannya ke luka Jae Min, menghisap darahnya, lalu membuangnya. Ma Ri berhasil melakukannya beberapa kali tanpa terpengaruh dengan instingnya sebagai vampir.
Tapi tidak lama kemudian Ma Ri sadar apa yang sedang dihisapnya itu. "Ini... darah manusia", ucap Ma Ri dalam hati. Seketika itu juga Ma Ri berubah. Matanya menjadi keunguan, giginya menjadi runcing, dan kukunya berubah menjadi panjang dan tajam.
Jae Min sama sekali tidak menyadari perubahan Ma Ri. Karena matanya terpejam, menahan rasa sakit. Ma Ri sudah membuka mulutnya, siap menghisap darah Jae Min.
Tiba-tiba dari jauh Shi Woo muncul, dan bertanya apakah mereka baik-baik saja. Ma Ri tersadar. Cepat-cepat Ma Ri membereskan sedotan bambu yang dibawanya dan berlari menjauh.
Jae Min melihat Ma Ri pergi dan meminta Ma Ri untuk tidak pergi. Dengan suara yang lemah, ia juga bertanya siapa nama Ma Ri, dan sesaat kemudian ia pingsan. Shi Woo mendekati Jae Min dan melihat kaki Jae Min terluka karena digigit ular. Shi Woo mengambil pisau dan memotong tali pengikat pakaiannya dan mengikatkan ke kaki Jae Min, mencegah racun itu menyebar lebih jauh.
Ma Ri berlari ke arah sungai. Di sungai ia berkumur-kumur. Tidak cukup dengan berkumur-kumur, ia langsung membenamkan wajahnya ke air sungai, meminum air sebanyak-banyaknya dan membuangnya. Ma Ri terlihat sangat shock karena dirinya berubah menjadi vampir. "Aku berasal dari klan vampir. Tapi aku bukanlah vampir. Seorang klan vampir tidak boleh memakan darah manusia"", ucap Ma Ri dalam hatinya.
--
Shi Woo membawa Jae Min kembali ke Sungkyunkwan. Seorang tabib sedang mengobati Jae Min. Guru masuk dan bertanya pada tabib bagaimana keadaan Jae Min. Tabib berkata Jae Min sangat beruntung, racun dikeluarkan pada waktu yang tepat sehingga tidak menyebar ke seluruh tubuh.
Guru meminta tabib untuk merawat Jae Min dengan baik. Kemudian ia beralih pada Shi Woo. "Dan kau...Ikut aku", ucap guru pada Shi Woo. Shi Woo tersenyum kecil.
Di halaman, guru dan Shi Woo berbicara. Sambil menundukkan kepalanya, Shi Woo mengatakan bahwa ia akan menerima apa pun hukumannya.
"Jadi kau mengakui bahwa kau pergi ke tempat yang buruk dan mempertontonkan kelakuan yang buruk?", tanya guru.
"Saya minta maaf", sahut Shi woo.
Guru berdehem. Ia mengatakan seharusnya ia memiliki hak bertanya pada Shi Woo apa kesalahan yang dilakukan oleh Shi Woo tetapi karena permintaan seseorang, ia tidak akan memberi hukuman apa pun pada Shi Woo kali ini. Shi Woo terkejut. Guru melanjutkan, seharusnya Han Shi Woo mempertimbangkan temannya dengan fokus pada pelajaran. Kemudian guru berbalik pergi.
Namun Shi Woo menghentikan langkah gurunya dengan mengatakan bahwa seharusnya peraturan Sungkyunkwan itu sama untuk semua orang. Dengan menggunakan kekuasaan ayahnya, bagaimana seorang siswa yang melanggar peraturan sekolah bisa terhindar dari hukuman.
Guru terkejut mendengar ucapan Shi Woo. "Mohon hukumlah saya dan tegakkanlah kehormatan Sungkyunkwan", sambung Shi Woo lagi. Guru hanya bisa tergagap mendengar ucapan Shi Woo yang berani itu.
Kemudian Shi Woo masuk kembali ke kamarnya. Ia melihat Jae Min sudah sadar dan bertanya bagaimana keadaan Jae Min, apakah ia baik-baik saja. Jae Min hanya tersenyum tipis. Shi Woo berkata bahwa Jae Min sungguh beruntung karena racunnya dikeluarkan pada waktu yang tepat. Jae Min tertegun mengingat Ma Ri yang mengeluarkan racun dari lukanya.
Shi Hoo tersenyum jahil dan menutup pintu kamar rapat-rapat. Ia menggoda Jae Min yang untuk beberapa hari ke depan hanya bisa makan bubur. Sementara lusa adalah hari daging. Ia minta Jae Min untuk sama sekali tidak memakan dagingnya.
Jae Min bertanya, agak marah, memangnya selama ini di malam hari Shi Woo pergi kemana. Shi Woo tidak mau menceritakannya. Ia hanya menjawab, "Rahasia".
Para siswa berkumpul, makan bersama-sama. Para pelayan sibuk melayani mereka dan menyajikan menu daging hari itu. Para siswa terlihat begitu gembira, karena akhirnya mereka bisa makan daging. Mereka bertekad untuk menghabiskan semua daging itu untuk mendapatkan kekuatan untuk belajar. Bagaimana bisa mereka kuat jika setiap harinya hanya makan sayuran, ucap salah satu dari mereka.
Tidak lama kemudian, para siswa berdiri mengantri di depan toilet. Mereka terlihat menahan sakit perut dan tidak sabar menunggu giliran. Dan ternyata toilet yang berfungsi hanya satu, sedangkan yang satunya lagi, pintunya rusak dan sedang diperbaiki. Mereka meminta tukang kayu memperbaikinya lebih cepat karena mereka sudah tidak tahan lagi, sudah hampir keluar. Dengan cuek, si tukang kayu menyuruh mereka masuk saja. Tidak apa-apa juga pintunya terbuka lebar. Para siswa tentu saja menolak. Akhirnya karena tidak tahan lagi, mereka pergi ke hutan di dekat sekolah. LOL.
--
Jae Min dan beberapa siswa Sungkyunkwan pergi ke pasar. Salah seorang siswa meminta maaf karena harus mengajak Jae Min yang masih sakit. Jae Min memang terlihat berjalan dengan kaki yang pincang. Siswa itu mengatakan hal ini disebabkan karena banyak siswa yang masih sakit dan tidak bisa bangun.
Jae Min mengatakan ia baik-baik saja. Jae Min mengatakan ia bersyukur bahwa siswa itu baik-baik saja. Siswa itu mengatakan hal itu disebabkan karena pada hari itu ia sedang keluar dari asrama untuk mengurus sesuatu. Ia juga memberitahukan Jae Min bahwa mereka keluar dari asrama hari ini untuk melakukan investigasi karena daging yang dimakan oleh siswa itu menyebabkan mereka sakit perut. Sebenarnya ia tidak begitu menyalahkan penjual daging karena beberapa dari siswa memang miskin dan tidak pernah memakan daging, sehingga begitu melihat daging, mereka menjadi rakus.
Seung Hoon dan Sun Hwa berlutut di tanah. Siswa Sungkyunkwan menginterogasi mereka tentang daging tercemar yang mereka supply ke Sungkyunkwan.
"Saya mengatakan pada anda saya tidak melakukan apa pun", ucap Seung Hoon ketakutan.
"Beraninya kau membuat alasan di depanku", ucap siswa itu lagi. "Karena binatang sepertimu, sekarang Sungkyunkwan penuh dengan siswa yang sakit". Jae Min terlihat tidak nyaman melihat sikap temannya itu.
Seung Hoon mengatakan daging yang ia kirim adalah daging sama yang ia kirimkan ke rumah-rumah bangsawan yang lain. "Periksalah dan anda akan mengetahuinya".
"Tutup mulutmu!", bentak siswa tadi.
Jae Min mengatakan pada siswa itu, ia merasa lebih baik mereka mengkonfirmasi ucapan Seung Hoon. Menurut pendapatnya, mungkin saja penyebabnya bukan karena daging.
Tiba-tiba sekelompok orang datang, memberi hormat pada siswa itu. Siswa itu memberitahukan mereka bahwa Seung Hoon sudah mengirimkan daging tercemar untuk Sungkyunkwan. Seung Hoon menangis, membantah tuduhan itu. Jae Min terlihat tidak nyaman.
Pemimpin dari sekelompok pria itu memberitahukan bahwa ia akan mengurus masalah ini sesuai dengan hukum Banchon. "Bawa dan ikat dia!", perintahnya pada bawahannya. Padahal beberapa hari yang lalu Seung Hoon sempat mengingatkan teman-temannya jangan sampai melakukan kesalahan yang melanggar hukum. Dan sekarang malah ia yang dibawa oleh petugas.
Sun Hwa menangis, berusaha menahan mereka membawa suaminya pergi. Ma Ri yang baru saja tiba, juga ikut membantu ibunya. Jae Min tertegun melihat Ma Ri, "Kau seorang tukang daging. Mengapa kau harus seorang tukang daging?", gumam Jae Min dalam hati.
Jae Min melihat Ma Ri terdorong dan terjatuh ke tanah. Ia hendak menolong, tapi mengurungkan niatnya. Ia hanya melihat punggung Ma Ri yang menjauh, berlari mengejar ayahnya.
--
Kedua tangan ayah Ma Ri diikat ke tiang gantungan. Ia diikat di luar, bukan di dalam penjara. Ma Ri dan ibunya mengawasi dari jauh. Mereka mengalihkan pandangan mereka, tidak sanggup melihat Seung Hoon yang semakin lemah dan terjatuh ke tanah.
Bersambung...
[Sinopsis Orange Marmalade Episode 5 Part 2]
All images credit : KBS2
Post a Comment